Kriminolog UI: Agak Sulit Tentukan Kualifikasi Pornografi dan Pornoaksi Di dalam RUU

Kriminolog UI, TB. Ronny Rahman Nitibaskara menyatakan, agak sulit untuk menentukan kualifikasi batasan pornografi dan pornoaksi dalam RUU yang sedang dibahas oleh DPR, sebab masyarakat mempunyai sudut pandang dan parameter yang berbeda dalam memandang pornografi dan pornoaksi.

"Batasan tentang pornografi dan pornoaksi dalam RUU masih perlu dipertegas. Kita bisa menggunakan ketentuan-ketentuan mengenai delik susila yang terdapat dalam KUHP, " jelasnya disela-sela diskusi RUU anti pornografi dan pornoaksi di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (14/02)

Menurutnya, selain pada bab pelanggaran susila pasal 532 – 536 KUHP, dalam KUHP tindak pidanapornografi juga diatur dalam pasal 281 -283, di mana tindak pidana pornografi merupakan kegiatan yang mengandung unsur-unsur, antara lain pertama, dengan sengaja dan didepan orang lain melakukan perbuatan melanggar kesusilaan.

Kedua, menyebarkan gambar, tulisan atau benda yang melanggar kesusilaan. Ketiga, memberikan gambar atau tulisan yang melanggar susila kepada anak di bawah umur. Keempat, membacakan tulisan yang melanggar susila dimuka orang yang belum cukup umur, serta memperlihatkan alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan pada anak yang belum cukup umur.

Lebih lanjut Ronny mengatakan, meskipun ketentuan pidana tersebut masih kurang luas. Namun, untuk sementara waktu dapat dipergunakan untuk menjaring tindak pidana pornografi dan pornoaksi yang terjadi di masyarakat. "Karena ada silang pendapat, mengenai batasan pornografi dan pornoaksi. Pasal-pasal itu menjadi relatif mandul, " ujarnya.

Sementara itu, ditempat yang sama artis ibukota Peggy MelatiSukma meminta DPR untuk tidak terburu-buru mengesahkan RUU pornografi dan pornoaksi sebagai UU. Sebelum seluruh substansinya mengakomodir seluruh kepentingan publik.

"Substansi pasal-pasal dalam RUU masih sangat bias, misalnya dalam substansi pasal yang menyatakan eksploitasi bagian tubuh tertentu. Itu harus diperjelas secara gamblang. Sebab setiap orang memiliki sensitivitas yang berbeda, " katanya.

Ia menambahkan, alasan urgensi yang dikeluarkan oleh DPR di dalam penyusunan RUU anti pornografi dan pornoaksi sangat tidak tepat. Sebab pornografi dan pornoaksi sudah ada sejak lama. namun, dirinya tetap mendukung upaya DPR untuk menggolkan RUU tersebut. (Novel/Travel)