Kurs Dollar Menuju Rp.16.000,-

Eramuslim.com – Pada Januari 2018 kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) masih dikisaran Rp13.200,- lalu pada Mei tembus Rp14.000,- dan kini (Oktober) sudah di kisaran Rp15.200,- atau rupiah telah melemah sekitar Rp2000,-. Celakanya faktor-faktor yang mendasari pelemahan rupiah itu masih utuh bahkan dengan kadar yang memburuk. Faktor itu adalah pasokan dolar (supply of) ke perekonomian Indonesia yang menurun sementara permintaan terhadap dolar (demand for) terus menguat sehingga gap atau defisitnya semakin melebar. Sementara obat (kebijakan) yg diambil pemerintah belum ada yang efektif bahkan cenderung memperburuk perekonomian Indonesia. Untuk mempertahankan nilai tukar rupiah, BI telah intervensi pasar valas yang di perkirakan telah menghabiskan USD10miliar cadangan devisa BI. Selain merangsang spekulan valas, intervensi yang menurunkan cadangan valas itu justru semakin mengurangi kepercayaan pasar.

Sementara membela kurs rupiah dengan menaikkan suku bunga seperti yang selama ini ditempuh telah mengurangi daya saing dan pertumbuhan perekonomian Indonesia. Dan langkah langkah itu ternyata tidak efektif sebab hanya mampu mengobati gejolak pasar untuk sementara saja, tapi belum menyentuh pokok masalahnya, yaitu shortage atau kekurangan dolar di pasar. Dalam kenyataannya, Defisit atau ketekoran dolar semakin membesar yg dapat di tunjukkan dengan semakin membesarnya defisit Neraca Perdagangan (Trade Balance) dari perkiraan awal tahun. Bahkan pertumbuhan impor sampai dengan akhir 2019 akan lebih tinggi dari pertumbuhan ekspor, yaitu 2019 impor diperkirakan tumbuh 7,1% sementara ekspor hanya 6,3%. Artinya, defisit Neraca Perdagangan akan membesar. Begitu pula dg Current Account deficit (CAD) yg semula di taksir paling tinggi 2,4% PDB, melihat data yang ada sampai dengan September 2018, Menteri Keuangan Sri Mulyani akhirnya mengakui bahwa CAD akan melampaui 3% PDB. Dengan PDB Indonesia yg sdh mencapai USD1Triliun, berarti CAD akan defisit diatas USD30Miliar.