Lindungi Usaha Batik Pribumi, Pemprov Jawa Tengah Tolak Seragam Baru PNS Putih Hitam ala Jokowi

gandjarEramuslim.com – Seragam putih hitam biasanya dipakai para anak magang atau anak-anak yang baru belajar atau baru masuk di dunia kerja. “Seragam” inilah yang juga kerap dipakai Jokowi. Dan Mendagri Tjahjo Kumolo beberapa hari lalu mengeluarkan Permendagri jika PNS di hari tertentu juga menganakan seragam ala anak magang ini. Namun Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah (Jateng) memutuskan untuk tidak melaksanakan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 6 Tahun 2016 yang mengatur soal seragam PNS secara nasional.
“Saya tidak akan melaksanakan Kemendagri tersebut dan tetap akan melanjutkan penggunaan seragam bagi PNS di lingkungan Pemprov Jateng yang sudah berjalan saat ini. Untuk itu saya siap untuk “disekolahkan” oleh Kemendagri, karena kepala daerah yang menolak diancam akan disekolahkan,” tegas Ganjar Pranowo, usai menghadiri sarasehan dan syukuran Hari Pers Nasional (HPN) tingkat Jateng dan HUT ke-70 PWI di Gedung Pers, Semarang, Selasa (9/2).
Menurut Ganjar, penolakan itu tersebut atas pertimbangan untuk menyelamatkan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang ada di Jateng, khususnya yang memproduksi kain batik dan lurik.
“Kalau ada seragam nasional untuk PNS, industri UMKM kain batik dan lurik di Jateng akan mati,” ujarnya.
Penolakan Ganjar bukan tanpa alasan. Sebab, saat ini, Pemprov Jateng mewajibkan pegawai negeri sipil (PNS) di Jateng untuk menggunakan seragam batik dan lurik setiap hari Rabu dan Kamis.
Bahan baku untuk seragam tersebut dibeli dari para pengrajin batik dan lurik di sejumlah daerah di Jateng. Kebijakan tersebut dinilai positif karena mampu menghidupkan industri UMKM di provinsi ini.
Ganjar mengungkapkan, dalam Permendagri tersebut diatur penggunakan jenis seragam yang terdiri dari baju Hansip, baju keki, baju batik dan baju hitam putih. Penggunaan baju batik hanya dilakukan sekali dalam satu minggu.
Namun yang menjadi keprihatinan Ganjar, bahan baku untuk seragam nasional PNS yang diatur dalam Kemendagri tersebut berasaldari produksi pabrikan yang tentu saja kebanyakan bukan dimiliki oleh pribumi, bukan hasil karya budaya lokal yang memiliki nilai historis dan nilai ekonomis bagi masyarakat di daerah.
Dia mengaku heran dengan kebijakan Kemdagri itu. Pihaknya sudah melakukan komunikasi dengan Mendagri Tjahjo Kumolo terkait dengan penolakan tersebut. Bahkan, Ganjar juga sudah melaporkan hal itu kepada Presiden Joko Widodo.
“Saya sudah melakukan komunikasi dengan Pak Tjahjo Kumolo. Beliau mengatakan akan mempelajari terlebih dulu, dan saya secara lisan juga sudah menyampaikan kepada Presiden,” tutur Ganjar.
Ganjar menegaskan, dirinya tidak menolak kebijakan tersebut. Pihaknya hanya mengingatkan saat ini ekonomi sedang sulit, termasuk industri UMKM batik dan lurik.
“Kalau pemerintah atau negara tidak memberi stimulus, tidak membantu mereka, dikhawatirkan industri kecil tersebut akan mati. Dalam kondisi seperti ini negara harus hadir untuk membantu mereka, bukannya justru mematikan usaha tersebut,” tegasnya. Apakah Kepala Daerah lainnya akan mengikuti kebijakan Gubernur Jawa Tengah yang Pro UKM ini atau memilih tunduk dengan anak magang? (ts/bs)