Madu Saffron dari Tersangka Teroris untuk Densus 88

SELASA, 23 November 2021, pukul 14.00 WIB, keluarga sudah meriung di ruang tengah rumah. Panggilan video yang dinanti-nanti akhirnya tiba. Mabes Polri memberi kesempatan pihak keluarga bertemu Farid Okbah secara daring.Dia terlihat sehat. Pria berjenggot itu mengenakan kaos hijau dan celana jogger.“Abi lebih putih nih karena enggak kena matahari,” kata Farid Okbah.

“Ha-ha-ha-ha,” keluarga di rumah tertawa, tapi rona sedih tetap terpancar dari wajah-wajah mereka.

“Pokoknya Abi kalian ini bukan orang jahat, Abi orang baik. enggak usah gelisah atau sedih.”

“Abi ada Alquran di sana?” tanya Jamilah.

“Ada. Alhamdulillah aku di sini tiga hari hatam Alquran. Terus nulis-nulis juga.”

Jauh sebelum rentetan kejadian penangkapan, Farid bercerita mengagumi Buya Hamka yang bisa menghasilkan buku Tafsir Al-Azhar dari dalam penjara.

“Insya Allah bisa bebas sebelum persidangan,” kata Farid, optimistis.

Sejak ditangkap, ini momen pertama keluarga diberi kesempatan bertemu Farid Okbah. Upaya mereka menjenguk di Mabes Polri gagal. Penyidik beralasan masih melakukan pemeriksaan intensif.

Jamilah, Ibrahim dan anggota keluarga lainnya sengaja tak banyak bertanya ke Farid Okbah. Mereka tak ingin membebankan. Sadar, Farid masih dalam pengawasan anggota densus.

Mereka hanya diberi waktu 15 menit melakukan panggilan video. Saat waktunya akan berakhir, Farid meminta Jamilah memberikan koper yang awalnya disiapkan untuk pergi ke daerah, diserahkan kepada anggota densus.

Koper berisi pakaian untuk dirinya berasafari ke daerah-daerah itu, akan ia gunakan selama mendekam di tahanan.

“Oh iya umi, nanti kalau densus ke rumah, mereka kasih madu ya, satu-satu.”

“Madu yang mana?”

“Itu madu Saffron, sekilo bisa Rp 700 ribu lah, kasih satu-satu.”