Keduanya sempat bertukar cakap sebelum yang lebih muda dan berbadan tegap, berpamitan. Dia adalah Mamat.
Setiap menjelang waktu salat Subuh, Mamat mendapat tugas berpatroli keliling kompleks dan berakhir di Masjid Istiqomah untuk mengawasi kendaraan jemaah salat Subuh.
Sepeninggal Mamat, rekannya yang lebih tua tetap berada di pos, menjaga gerbang utama. Semua rambutnya sudah memutih dan mulutnya ompong, tapi soal jaga menjaga, ia sudah sarat pengalaman.
Sebelum menjadi satpam di Kompleks Bulog I, aki-aki yang memunyai tato kecil terbuat dari tinta rapido atau rotring di lengan ini sempat bekerja sebagai penjaga di rumah Muhammad Syaugi, purnawirawan marsekal madya TNI sekaligus mantan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan atau Basarnas.
Sekitar pukul 04.00 WIB, mobil Toyota Kijang berkelir putih tiba di depan gerbang masuk. Lelaki berpenampilan seperti ustaz lengkap dengan kopiah putih, turun menghampiri pos jaga.
“Pak, mau numpang sholat ke masjid, boleh enggak?”
“Silakan kalau mau sholat.”
Si aki-aki lantas menekan tombol hijau, portal gerbang terbuka dan mobil itu masuk.
Selang lima belas menit, satu mobil Daihatsu Luxio tiba di depan gapura yang sama. Kaca jendela oto berona hitam diturunkan.
Dari balik kaca jendela mobil yang sudah terbuka, lelaki di kursi pengemudi juga meminta izin masuk kompleks agar bisa ke Masjid Istiqomah untuk salat Subuh.
Lagi-lagi si aki memencet tombol hijau untuk membuka palang pintu otomatis, ia yang berlogat kental Betawi, mempersilakan orang itu masuk.