Dia tergerak mendekati mobil. Walaupun semua lampunya dipadamkan, mesin minibus itu tetap dinyalakan.
Mamat semakin curiga, lantas mengetuk kaca jendela yang kemudian terbuka.
“Selamat pagi. Ini mau ke mana?”
“Saya lagi nunggu teman saya sholat.”
“Lho, tapi kenapa parkir di sini?”
“Enak di sini.”
Mamat lalu memeriksa jok belakang mobil, ada empat orang lain. Wajah orang-orang itu masih muda. Ada yang berperawakan kecil dan besar. Satu-satunya kesamaan mereka adalah berbadan sterek.
“Ya sudah, kalau mau nunggu di sini tolong kacanya dibuka,” perintah Mamat.
“Siap.”
“Soalnya kalau ditutup begini, warga saya bisa curiga. Tolong jaga kenyamanan.”
“Siap! Siap!”
Mamat tak ambil pusing, dia segera berlalu. Dia yakin hakulyakin, rombongan dalam mobil itu bukan pencuri.
“Bahasa dan perawakan mereka justru mirip intel,” kata Mamat, membatin.
Patroli berlanjut, Mamat berputar arah menuju aula atau Gedung Pertemuan Graha Sativa, persisnya di Jalan Yanatera II. Lagi-lagi, dia menemukan mobil terparkir tapi janggal.
Mobil itu bermerek Toyota Kijang berwarna putih. Dari suara mesinnya, Mamat tahu bahan bakarnya solar. Sementara nomor polisi mobil itu bukan asli jakarta, tapi dari Lampung, BE.
Saat ditanya, seisi penumpang menjawab hal yang sama seperti orang-orang dalam mobil Luxio.
“Mau ke masjid.”
Kecurigaan mulai bergelayut dalam pikirannya. Kejanggalan semakin ia rasakan. Subuh itu, Mamat bergegas menghubungi rekannya yang berjaga di pos utama satpam gerbang depan, melapor.
“Hati-hati! Ini kayaknya bakal ada kejadian!”