Manusia Perahu di Aceh Dibilang Bukan Dari Rakhine

Myanmar mengategorikan warga Rohingya ke dalam dua golongan. Pertama adalah Rohingya yang datang bersama pasukan Inggris saat kerajaan itu menjajah Myanmar. Golongan pertama ini membaur lama dengan masyarakat Myanmar. Mereka, kata Iza, juga fasih berbahasa Myanmar.

Golongan kedua adalah para pengungsi musiman yang masuk memanfaatkan celah di perbatasan antara Bangladesh dan Myanmar yang mencapai 196 mil atau sekitar 312 kilometer. Mereka, kata Iza, tidak bisa berbahasa Myanmar. Golongan kedua ini, kini, menempati kamp pengungsian di Cox’s Bazar, Bangladesh.

Iza mengatakan permasalahan ini adalah cerita berulang. Tahun 70-an, sekitar 200 ribu pendatang didorong balik ke Bangladesh. Hal sama juga berulang pada 90-an.

Terakhir adalah di era 2000-an. Melihat sejarah itu, kata Iza, sebenarnya tidak ada sentimen agama. Namun karena perkembangan politik di Bangladesh, hal ini dianggap sebagai permasalahan agama.

Menurutnya, saat ini terjadi konflik antara etnik Arakan dan tentara Myanmar di Rakhine. Penduduk Arakan, kata dia, menuntut otonomi lebih luas. Mereka melakukan ini dengan mengangkat senjata. Jumlah tentara perlawanan mengutip keterangan dari otoritas militer Myanmar, mencapai 20 ribu tentara.

Hal ini, kata Iza, mendorong rezim di Myanmar mematikan jaringan internet. Beberapa hari lalu, kata dia, pemerintah juga menutup kota-kota tertentu di provinsi itu. Akibatnya, masyarakat memilih mengungsi untuk menghindari pertempuran akibat operasi militer yang dilakukan militer Myanmar.

Sambungnya, seharusnya pengungsi Rohingya ini ditampung oleh negara-negara yang lebih makmur. Namun dalam perjalanan ke negara itu, kapal mereka didorong menjauh oleh otoritas negara tujuan dan terdampar di perairan Indonesia.

Iza memahami keinginan masyarakat yang ingin membantu para pengungsi. Hal ini, kata dia, adalah naluri kemanusiaan. Namun hendaknya pertolongan itu disesuaikan dengan kemampuan daerah, terutama di tengah pandemi corona.

“Ibarat rumah tangga, kita saat ini sedang susah. Tentu kita harus mengukur kemampuan diri saat ingin menolong orang lain,” pungkasnya. (Rmol)

Bener pak, Indonesia lagi susah. Banyak pengangguran. Harusnya pemerintah tidak perlu mengimpor pekerja asing ke negeri ini. Pekerjakan bumiputera terlebih dahulu karena ini negeri kita, bukan negeri orang asing. Dan lagi, soal Muslim Rohingya, jangan percaya sama sumber yang memang memusuhi dan menindas mereka. Ini sama saja bertanya soal Diponegoro itu pahlawan atau pemberontak kepada Jenderal De Kock. Ini logika dasar saja lo pak…