Membedah Sikap Persaudaraan Alumni 212

Eramuslim – Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) beberapa kali mengeluarkan pernyataan politiknya soal tokoh-tokoh yang pernah terlibat dalam aksi 212 pada 2017 lalu. Di antaranya, soal keputusan politik Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) dan pengacara Habib Rizieq, Kapitra Ampera. Di mana, TGB menyatakan mendukung Jokowi dua periode, sedangkan Kapitra Ampera didaftarkan sebagai caleg dari PDIP.

Saat aksi 212 lalu, TGB secara pribadi ikut turun langsung ke lapangan melakukan aksi yang menuntut keadilan atas pernyataan mantan gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), terkait penistaan ayat dalam Alquran. Sedangkan, Kapitra Ampera menjadi pengacara Habib Rizieq dan pernah bergabung dengan Presidium 212 sebelum namanya berubah menjadi PA 212.

Namun, ketika tiga pekan lalu TGB mengeluarkan pernyataan mendukung Jokowi dua periode, PA 212 menyatakan mengeluarkan nama TGB dari daftar capres yang direkomendasikan PA 212. Sedangkan Kapitra Ampera, begitu diketahui namanya didaftarkan sebagai caleg PDIP, langsung dituding sebagai pengkhianat oleh PA 212.

Bagaimana sebenarnya sikap politik PA 212. Berdasarkan latar belakangnya, aksi 212 adalah gerakan untuk menuntut keadilan atas pernyataan Ahok. Bukan gerakan untuk ‘memusuhi’ Jokowi ataupun PDIP.

Menanggapi hal tersebut, PA 212 menegaskan tetap menghormati hak politik setiap warga negara. Namun, perjuangan yang selama ini dilakukan PA 212 sudah jelas, yakni tidak mengizinkan bergabung dengan parpol pendukung penista agama.