Mengukur Kesaktian ‘Sihir’ Jokowi dan Strategi Prabowo Subianto

Eramuslim – Sabtu, 16 Oktober 2004, menjadi tengara salah satu ‘sihir’ di dunia sepakbola. Debut Lionel Messi di tim senior Barcelona dimulai. Inilah kali pertama Frank Rijkaart, sang pelatih, memainkan Messi. Berikutnya, gocekan dan gol pemain berjuluk La Pulga ini bak sihir tiada henti. Mengagumkan sekaligus menghibur.

Selang beberapa bulan dari debut Messi, Rabu, 23 Maret 2005, sejarah baru Joko Widodo (Jokowi) di kancah politik elektoral dimulai. Ketua Asosiasi Pengusaha Mebel dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) itu memenangkan konvensi calon walikota yang digelar PDIP Solo. Ia berpasangan dengan ketua DPC PDIP Solo, Hadi Rudyatmo.

Jokowi pun akhirnya sukses meraih suara terbanyak pada pilwakot yang digelar 27 Juni 2005. Kiprah Jokowi sebagai walikota pun dipandang moncer. Ia kembali memenangkan Pilwakot untuk periode kedua (2010).

Hanya selang dua tahun, Jokowi kembali memenangkan kontestasi politik pada Pilgub DKI Jakarta (2012). Jokowi sukses ‘menyihir’ ibukota mengalahkan petahana, Fauzi Bowo. Hanya dua tahun ia menjabat gubernur DKI Jakarta. Pada 2014 gocekan Jokowi pun menyihir Indonesia. Ia terpilih sebagai presiden RI.

Pada pilpres 2019 masih ampuhkah ‘sihir’ Jokowi? Untuk kalangan melek informasi, tampaknya mulai memudar. Beberapa polling di sosial media, pengamatan drone emprit, dan hasil survei Median menunjukkan bahwa Prabowo unggul dibanding Jokowi.