Modus KPK Selamatkan Ahok: Kasus Sumber Waras Bilang “Tidak ada niat Jahat”, Kasus E-KTP bilang “Tidak Berperan aktif”

Eramuslim.com – KPK kembali membuat maklumat yang mungkin’aneh’ didalam kamus pemberantasan korupsi, setelah dulu dengan tagline soal “TIDAK ADA NIAT” kini ada yang baru yaitu “TIDAK BERPERAN AKTIF”.

Sementara Pasal 12 UU Tipikor berbunyi:

Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):

a.    pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;

b.    pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;

Suap atau hadiah atau apapun bentuknya adalah sebuah bentuk tindakan korupsi, tidak Perlu dicari pembenaran bersalah dengan justifikasi (penilaian) mana yang aktif atau mana yang tidak aktif.

Dalam kasus E-KTP, KPK kembali lakukan aksi tebang pilih berdasarkan kepentingan demi tidak mengusik satu nama calon gubernur.

Ibarat juri sebuah piala citra, KPK menjadi penilai mana aktor terbaik, pemeran pembantu, hingga penulis ceritanya dengan satu syarat yaitu bagi yang tidak berperan aktif tidak termasuk nominasi.

Bagiamana bisa menilai seseorang tidak berperan aktif? Sementara aktif atau tidak aktif keduanya berposisi merugikan negara karena ikut mengetahui didalamnya.

Tidak berperan aktif tetapi ikut menikmati serta mengetahui tetapi tidak melaporkan adanya kasus korupsi, hal itu juga termasuk tindak korupsi.

Demi menjaga citra seorang calon gubernur, KPK rela merendahkan marwah lembaga anti korupsi yang disandangnya, ironi. Benar kata Fahri Hamzah, kalau KPK diisi para badut seperti ini alangkah lebih baik dibubarkan saja, daripada para pejabatnya digaji besar dengan sederet fasilitas mewah yang dibayar dari uang rakyat. (kl/pi)