MUI Kritik Keras Munculnya Pertanyaan soal Qunut di Tes ASN KPK

Eramuslim.com – Penggunaan doa qunut dalam salat dipertanyakan dalam tes alih status pegawai KPK menjadi ASN. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengkritik hal itu dan mengingatkan agar KPK mengedepankan toleransi.

Waketum MUI Anwar Abbas

Waketum MUI Anwar Abbas mengatakan doa qunut di salat adalah hal yang bersifat furu’iyah atau cabang dan bukan masuk ke dalam masalah yang bersifat ushuliyyah atau pokok. Anwar meminta KPK menghormati hak warga dalam memeluk agama.

“Saya tidak tahu betul bentuk pertanyaannya tentang qunut itu seperti apa. Apakah pertanyaannya berupa ‘apakah anda qunut atau tidak?’ Lalu kalau yang ditanya menjawab dia qunut atau tidak qunut pertanyaan saya jawaban mana yang dianggap benar oleh KPK, apakah yang membaca qunut atau tidak? Begitu KPK membenarkan salah satunya dan menyalahkan yang lain maka KPK menurut saya sudah tidak mencerminkan dirinya sebagai lembaga negara dan telah melanggar Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi: ‘Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu’,” kata Anwar Abbas kepada wartawan, Kamis (6/5/2021).

Anwar menekankan bahwa membaca doa qunut saat salat adalah pilihan. Dia menekankan bahwa ada pandangan yang mengharuskan doa qunut di salat dan ada yang tidak.

“Di dalam Islam ketika salat subuh ada pandangan yang mengharuskan seseorang membaca qunut tapi juga ada pihak lain yang menyatakan tidak harus. Lalu bagaimana kita melihat masalah ini?” katanya.

“Oleh MUI masalah qunut ini dilihat sebagai masalah furu’iyah (cabang) bukan masuk ke dalam masalah yang bersifat ushuliyyah (pokok). Dalam hal yang terkait dengan masalah-masalah furu’iyah ini kemungkinan berbedanya sangat tinggi,” tuturnya.

Anwar Abbas mengatakan hal yang bersifat furu’iyah itu harus mengedepankan toleransi. KPK, kata Anwar, harus menghormati hal itu.

“Oleh karena itu, MUI menyarankan dalam hal yang terkait dengan adanya perbedaan dalam masalah furu’iyah kita harus bertoleransi. Untuk itu, lembaga negara dalam hal ini KPK harus menghormatinya,” tutur dia.