MUI 'Terjebak' Kasus Fatwa Subsidi BBM

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ma’ruf Amin sepekan ini akhirnya menjadi sorotan publik. Hal itu karena pernyataannya kepada wartawan usai bertemu dengan menteri ESDM, Darwin Saleh pada Senin lalu.

Saat itu, seorang wartawan mengajukan pertanyaan soal hukumnya orang yang mampu tapi membeli BBM bersubsidi. Ma’ruf pun menjawab kalau hal itu berarti mengambil hak orang yang tidak mampu. Dan jawaban itulah yang akhirnya melebar kepada isu fatwa pengharaman BBM bersubsidi kepada orang yang mampu.

Padahal, kedatangan tim MUI yang dipimpin KH Ma’ruf Amin ke kementerian ESDM dalam rangka sosialisasi dan konsultasi hasil Munas MUI tentang lingkungan dan energi.

Isu fatwa MUI soal BBM bersubsidi ini menjadi sorotan karena publik menilai selama ini pemerintah gamang soal kebijakan BBM bersubsidi. Yang terdengar ke publik hanya kajian dan kajian. Sementara, kelangkaan BBM sudah mulai dirasakan di daerah-daerah. Seolah-olah, pemerintah tidak punya keberanian untuk menaikkan harga BBM karena menjaga citra.

Dari situlah, publik menilai bahwa pernyataan MUI tentang BBM bersubsidi dinilai sebagai fatwa. Dan karena MUI menyatakan usai bertemu menteri ESDM, sulit disangkal kalau itu seperti pesanan pemerintah.

Kontroversi bahkan muncul dari kalangan ulama sendiri. Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof Dr. Ali Mustafa Ya’qub mempertanyakan illat pengambilan hak orang lain sebagai dasar pengharaman penyalahgunaan BBM bersubsidi. Pasalnya, kriteria dan batasan hak orang lain dalam subdisi BBM belum jelas.

Menurut pakar hadits ini, sebuah fatwa harus didasari atas dasar hujjah dan alasan yang kuat. "Tidak serta merta mereka yang membeli BBM bersubsidi dianggap telah mengambil hak. Disini perlu kejelasan.” mnh