Negara Bubar, Direktur Indef: Maksudnya Negara tak Berdaulat

”Saya melihatnya lebih pada kedualatan ekonomi. Kalau kondisi terus seperti ini, ya memang jadi absurd. Sementara ekonomi dan politik itu seperti pinang dibelah dua,” ungkap Enny melalui telepon, Kamis (22/3).

Dulu penjajahan dilakukan dengan kekuatan militer. Kalau sekarang penjajahan yang paling efektif menggunakan ekonomi, apalagi Indonesia kaya sumber daya.

Enny juga membenarkan utang luar negeri Indonesia naik lagi. Saat krisis, pemerintah mengerem utang luar negeri dan menggantinya dengan berutang dalam negeri menggunakan surat berharga negara (SBN) dalam valas. Sayangnya, kepemilikan asing atas SBN sampai 40 persen.

Dulu utang luar negeri dihindari pascakrisis karena Indonesia diawasi betul dan pengawasannya ketat. Utang tidak boleh dipakai di luar proposal. Akhirnya pemerintah memakai utang dalam negeri dengan bunga kupon yang sesuai untuk pasar Indonesia.

Tapi tidak ada yang mengawasi dan pemerintah berbuat semaunya sehingga dampaknya jadi lebih buruk dari utang luar negeri.Sekarang Indonesia tergantung pasar yang pasarnya juga luar negeri sehingga sangat tergantung kondisi global.

”Mitigasinya jadi lebih sulit karena jika The Federal Reserve kedip saja Indonesia sudah resah. Rupiah jadi objek spekulasi dan itu riil,” kata Enny.

Selain utang, ketergantungan Indonesia terhadap asing juga besar. Dulu impor Indonesia adalah bahan baku untuk manufaktur, dan hasilnya diekspor sehingga nilai tambah. Saat ini impor besar, tapi manufaktur dan ekspor rendah. Bahkan produktivitas manufaktur terus turun. Ekonomi Indonesia makin tergantung dan asing menguasai sektor-sektor strategis.

”Ketergantungan impor kita malah sampai ke pangan pokok,” kata Enny. [republikaonline]