Negara Maju Belum Sepakat Pembagian Keuntungan Vaksin Flu Burung

Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengatakan, dari enam klausul perjanjian kerjasama pengiriman sampel virus flu burung, hanya mengenai persoalan pembagian keuntungan yang belum disepakati antara negara berkembang dan negara maju.

"Ini ada enam poin, lima setengah sudah disetujui. Tinggal klausul benefit sharing itu yang belum kongkret. Itu yang bagaimana seadil mungkin untuk umat manusia di seluruh dunia, " tuturnya usai mengikuti pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Menteri Kesehatan Amerika Serikat, Michael O Leavitt, di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Senin (14/4),

Menkes menyatakan, optimistis pada pertemuan menteri kesehatan sedunia di Jenewa 5 Mei 2008 semua klausul itu dapat disepakati. Selama 60 tahun, lanjutnya, AS menikmati keuntungan dari membuat vaksin flu burung dari sampel virus yang dikirim negara berkembang. Namun, negara berkembang yang menjadi negara penderita flu burung justru tidak mendapatkan apa-apa.

Menkes mengatakan, kunjungan Menkes AS ke Indonesia merupakan kesempatan yang baik, guna menyampaikan kepada pemerintah negara itu bahwa kini saatnya mereka berlaku adil kepada negara-negara berkembang pengirim sampel virus flu burung.

"Kita sudah bersama-sama dalam posisi yang baik. Saya kira mudah-mudahan negara yang mengirim virus itu punya suatu harga yang pantas, " kata Siti Fadilah.

Meski pembicaraan di Jenewa belum menyentuh soal harga, Menkes optimistis klausul tentang pembagian keuntungan itu dapat diselesaikan. Selama ini, menurutnya, pembagian keuntungan diibaratkan sebagai "hadiah" dari negara pembuat vaksin flu burung kepada negara pengirim sampel flu burung.

Padahal, lanjut Menkes, negara pengirim pada dasarnya berhak mendapatkan pembagian keuntungan karena menyumbang modal dalam pembuatan vaksin flu burung.

Petukaran Virus Secara Transparan

Selain mengenai pembagian keuntungan yang belum selesai dibahas, satu klausul lagi yang masih dibicarakan dalam forum di Jenewa adalah Material Trade Agreement (MTA). Menkes mengatakan, MTA itu akan berlaku mengikat kepada negara-negara sedunia, untuk mengatur mekanisme pertukaran sampel virus flu burung secara transparan.

Menurut Menkes, Indonesia masih memperjuangkan agar MTA itu selaras dengan UU yang berlaku nasional. Sedangkan klausul lain yang sudah mendapat kesepakatan antara negara maju dan berkembang adalah perubahan nama dan wadah organisasi dari Global Influenza Surveillance Network (GISN) yang tadinya berada di bawah yuridiksi pemerintah AS, menjadi WHO Influenza Network (WIN) yang kini sepenuhnya berada di bawah organisasi PBB yang menangani kesehatan dunia.

WIN itu, menurut Menkes, akan dipayungi hukum internasional yang aturannya disusun oleh semua negara anggota. "Dulu aturannya yang mengatur kan AS, " ujarnya.

Klasul lain yang telah disepakati, lanjut Menkes, adalah sistem pelacakan yang dapat memantau lokasi sampel virus yang dikirim oleh negara-negara anggota.

"Virus itu ke mana saja bisa kita `buntuti` pakai internet. Siapa yang membawa, diapain virus kita, " ungkapnya.

Klasul lain yang juga telah mendapatkan pengawasan, lanjut dia, adalah tentang badan pengawas di dalam WIN. Di mana, Indonesia telah meminta untuk menjadi salah satu negara yang duduk dalam badan pengawas tersebut.

Kunjungan dua hari Menkes AS di Indonesia, menurut Menkes, adalah atas undangan dari pemerintah Indonesia. Pembahasan kerjasama pengiriman sampel virus flu burung merupakan agenda utama pembicaraan Menkes AS selama di Indonesia. (novel/ant)