Ombudsman: Rapid Test Sudah Jadi Komoditas Dagang

Eramuslim.com – Ombudsman Republik Indonesia menilai, keluarnya surat edaran (SE) Kementerian Kesehatan terkait penetapan harga tertinggi tes cepat (rapid test) antibodi Covid-19 menunjukkan selama ini rapid test telah menjadi komoditas dagang.

Pasalnya menurut Komisioner Ombudsman RI, Alvin Lie, rapid tes yang tadi mahal, kini harganya bisa ditekan.

“Pertama, ini membuktikan selama ini biaya rapid test itu harganya gila-gilaan dan sudah menjadi komoditas dagang. Kenyataannya ini bisa ditekan menjadi Rp150 ribu,” katanya seperti melansir mediaindonesia.com, Selasa 7 Juli 2020.

Padahal kata dia, setiap perlatan rapid test harganya mencapai Rp200 ribu.

Selain itu kata dia, dalam penyelenggaraan rapid test tersebut, rumah sakit di daerah juga tidak punya pilihan karena harus membeli dari orang yang sama sehingga dikhawatirkan terjadi monopoli atau oligopoli.

Rumah sakit pun tidak bisa berbuat banyak. Selain itu di dalam Surat Edaran (SE) Nomor HK.02.02/I/2875/2020 tersebut tidak disebutkan sanksi bagi pihak yang melanggar peraturan ini atau oknum yang mematok biaya di atas Rp150 ribu.

“Pertanyaan berikutnya, saya dapat laporan dari berbagai daerah bahwa rumah sakit beli rapid test kit di atas Rp200 ribu. Jadi bagaimana sudah terlanjur, apakah uangnya dikembalikan atau bagaimana. SE ini juga membuktikan bahwa rapid test tidak mendeteksi apakah seseorang tertular covid atau tidak. Hanya tes antibodi,” ujarnya.

“Kenapa yang diatur harga hanya rapid test lalu PCR bagaimana karena belum ada standarnya, harganya di atas Rp1 juta sampai Rp3 juta juga standar pelayanannya rapid tes 15 menit selesai. Sementara PCR bisa sampai 7 hari. Ini perlu menertibkan pelayanan PCR test dan juga harganya transparan karena ini sudah jadi kebutuhan publik saat ini,” tambahnya.