Pakar Hukum Pidana: Dalam Pemilu Tidak Berlaku Hukum Makar

Eramuslim – Kepolisian kembali menetapkan tersangka tuduhan makar dalam aksi 21-22 Mei beberapa waktu lalu. Kali ini, pihak kepolisian menetapkan mantan Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya, Muhammad Sofjan Jacob sebagai tersangka makar.

Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir mengatakan, perbuatan Sofjan tidak dapat dikategorikan sebagai makar. Menurut dia, menyampaikan aspirasi kepada khalayak merupakan sah dan dilindungi undang-undang.

“Apa yang dimakarkan? Menyampaikan aspirasi melalui demo itu adalah hak setiap warga negara,” kata Mudzakir kepada Indonesia Inside, Selasa (11/6).

Ia menyoroti kontestasi dalam sebuah perhelatan merupakan hal yang wajar, jika petahana menang maka sama saja memperpanjang kekuasaan. Namun, yang terpenting adalah setiap kontestan pemilu dilarang melanggar asas pemilu yaitu Luber dan Jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil).

“Tapi kalau (petahana) kalah, tidak bisa menyatakan pihak lain makar, karena dalam pemilu tidak berlaku hukum makar. Termasuk jika calon baru menang, maka tidak bisa dituduh makar,” ujarnya.

Mudzakir menjelaskan, kepolisian dapat menetapkan seseorang tersangka apabila memiliki empat alat bukti yang kuat dan sah. Kedua alat bukti pertama merupakan syarat untuk memenuhi unsur pidana dan alat bukti selanjutnya untuk menetapkan seorang sebagai tersangka.

“Jadi dia (polisi) harus bisa mendeskripsikan atau membuktikan bahwa perbuatan makar telah terjadi. Tapi, kalau pembuktian perbuatan makar belum dilakukan, namun ditetapkan tersangka, itu tidak boleh,” kata Mudzakir.