Seharusnya Tak Dilibatkan TNI Tindak Teroris

Eramuslim – Pakar terorisme Universitas Indonesia Solahudin mengatakan pemerintah tak seharusnya melibatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam penindakan terorisme.

“Kalau sudah tidak mampu ditangani polisi lagi, baru TNI bisa terlibat dalam penindakan,” ujar Solah, Rabu (16/05), di Jakarta.

Solah mencontohkan Operasi Tinombala dalam pemberantasan terorisme di Poso, yang tak hanya melibatkan polisi tapi sekaligus juga TNI.

Lagipula, kata Solah, sudah sejak lama pemerintah menetapkan bahwa strategi pemberantasan terorisme di Indonesia dilakukan lewat pendekatan penegakan hukum yang menjadi ranah polisi.

Meski begitu, ungkap Solah, TNI bisa terlibat jika skala terornya sudah di luar kapasitas polisi. Misalnya pembajakan di laut.

Selain itu, kata Solah, TNI bisa terlibat dalam pemberantasan terorisme, hanya dalam pendekatan lunak, yaitu deradikalisasi dan kontra-terorisme, bukan dalam penindakan. Penyelesaian akar persoalan terorisme justru lewat deradikalisasi dan kontra-terorisme, yang selama ini dipimpin oleh Badan Nasional Penanganan Terorisme (BNPT).

“Di BNPT Deputi Pencegahan dan Deradikalisasi kan dari TNI,” ungkap Solah.

Solah mengkritik aksi terorisme di Indonesia masih terus ada karena pendekatan lunak lewat deradikalisasi dan kontra-terorisme belum menuai hasil.

“Kalau program deradikalisasi tidak maksimal, berarti ada soal. Tindak pidananya kok terus-terusan orang yang sama,” kata Solah.

Namun jika memang TNI harus terlibat dalam penindakan terorisme, ujar Solah, harus ada perangkat hukum yang mengatur dalam kondisi seperti apa saja TNI bisa terlibat.