Pembangkangan Sipil Berskala Besar Bisa Makin Membara

Eramuslim.com – Demonstrasi menolak Undang-undang Cipta Kerja tetap berlangsung bertepatan satu tahun Joko Widodo-Ma’ruf Amin memimpin Indonesia kendati Kepolisian Daerah Metro Jaya enggan memberi ‘izin’.

Izin yang dimaksud polisi adalah surat tanda terima pemberitahuan. Padahal sesuai konstitusi, hak menyatakan pendapat di muka umum dijamin konstitusi.

Bersamaan dengan demo 20 Oktober, polisi menyatakan belasan orang ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Tudingannya tak main-main, diduga memicu kerusuhan lewat media sosial.

Larangan turun ke jalan juga berasal dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Para mahasiswa dan dosen diminta fokus mengkaji di kampus saja tanpa perlu demo. Imbauan itu bertolak belakang dengan suara dosen yang menyeru pembangkangan sipil karena omnibus law dibuat tanpa berpihak kepada rakyat.

Kendati ada larangan hingga penangkapan, ‘pembangkangan sipil berskala besar’ tetap terjadi. Daerah yang menggelar demo pada 20 Oktober antara lain Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Banjarmasin hingga Surabaya.

Polisi menghalau pendemo yang datang ke kawasan Istana Negara. Untuk mengamankan demonstrasi di Ibu Kota, Polri dan TNI menyiagakan aparat hingga 10.000. Ribuan pendemo akhirnya berorasi di sekitar patung kuda Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

Mereka berasal dari mahasiswa, buruh, petani dan aktivis. Elemen massa bernama Gerakan Buruh Bersama Rakyat terdiri atas Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia, Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia; Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia; dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.

“Bersama-sama melakukan pembangkangan sipil terhadap omnibus law UU Cipta Kerja. Artinya kita harus mengabaikan UU ini meskipun sudah disahkan dan mendesak Presiden Republik Indonesia untuk mencabutnya,” begitu kutipan dari siaran pers aliansi, Selasa (20/10/2020).

Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia, Nining Elitos mengatakan rakyat hanya didengar oleh penguasa menjelang pemilihan umum. Di luar itu, justru merugikan. Contohnya UU Cipta Kerja yang berisi pasal-pasal merugikan bagi masyarakat.