Pemerintah Desak DPR Gunakan Opsi Privatisasi Krakatau Steel

Pemerintah meminta DPR segera memutuskan opsi privatisasi yang terbaik bagi PT Krakatau Steel, privatisasi itu bukan untuk menjual aset negara. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Negera BUMN sofyan Djalil dalam rapat kerja dengan Komisi VI, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (26/5).

"Saya melihat IPO (initial public offering/ penawaran umum perdana) untuk saat ini saja jatuh 40 poin. Kami harap DPR dapat memutuskan dengan segera opsi apa yang diputuskan untuk Krakatau Steel, " jelasnya.

Ia mengatakan, privatisasi Krakatau Steel dilakukan untuk meningkatkan kapasitas produksi yang selama 20 tahun ini mandek pada kisaran 2, 5 juta ton. Apabila produksi baja Krakatau Steel tidak meningkat, maka Indonesia akan melakukan impor baja besar-besaran di tahun mendatang.

Pemerintah menginginkan produksi Krakatau Steel bisa menjadi 5-10 juta ton untuk memenuhi kebutuhan yang diperkirakan mencapai 10 juta ton. Sofyan menegaskan, privatisasi Krakatau Steel ini bukan bertujuan untuk menjual aset negara, karena yang terpenting bagi pemerintah menyerahkan kepada manajemen Krakatau Steel untuk melakukan studi dan kajian yang terbaik.

"Jadi jangan menolak dulu sebelum mempelajarinya, sekarang pemerintah menyerahkan kepada manajemen Krakatau Steel untuk melakukan studi dan kajian yang terbaik, juga melakukan kajian terhadap proposal yang masuk, " tandasnya.

Ia mengatakan, saat ini setidakanya ada empat investor yang tertarik untuk membeli Krakatau Steel melali strategic sales, yakni ArcelorMittal, Tata steel, Posco, dan Bluescope.

Secara terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla menantang para pengusaha lokal atau Indonesia berinvestasi di Krakatau Steel, agar tidak hanya mengkritik rencana privatisasi perusahaan baja nasional ini ke mitra strategis asing.

"Saya tidak akan diskriminasi, silakan pengusaha nasional yang mau investasi di Krakatau Steel untuk masuk, saya terima terima itu, " ujar Kalla saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II, di Kantor Wapres.

Namun, menurut Kalla, ketika masuk sistemnya harus adil tanpa ada keberpihakan. Dan investor yang akan dipilih adalah investor yang mampu meningkatkan kapasitas dari 2, 5 juta ton per tahun menjadi 7 juta ton per tahun.

Kalla juga meminta semua pihak melihat privatisasi saat ini berbeda dengan model privatisasi pada zaman Presiden Megawati. "Dulu privatisasi untuk menutup anggaran negara yang defisit, saat ini tujuannya meningkatkan kinerja perusahaan. Dengan peningkatan kapasitas ini bisa menimbulkan efek untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru" kata Kalla.

Wapres menjelaskan, Pemerintah dulu menerima langsung dana privatisasi sedangkan saat ini dana privatisasi masuk langsung ke perusahaan. (novel)