Eramuslim.com – Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah langkah drastis yang diambil Presiden Sukarno untuk membubarkan Konstituante, lembaga pembuat undang-undang tertinggi hasil Pemilu 1955. Sukarno menilai Konstituante gagal memenuhi tugas utamanya, yakni menyusun konstitusi baru sebagai pengganti UUD Sementara 1950.
Situasi saat itu diwarnai ketegangan ideologis yang tajam di antara anggota Konstituante, terutama dalam menentukan dasar negara—apakah berdasarkan agama atau tidak. Kebuntuan inilah yang mendorong Sukarno mengeluarkan dekrit tersebut. Menurut laporan Tempo (19 Mei 2008), dekrit ini tidak hanya mengakhiri perdebatan ideologis, tapi juga oleh sebagian kalangan dianggap sebagai langkah penyelamatan negara dari kekacauan politik.
Dikutip dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, isi dekrit tersebut mencakup pembubaran Konstituante, pemberlakuan kembali UUD 1945, pencabutan UUDS 1950, serta pembentukan dua lembaga baru: Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).
Salah satu inti dari dekrit itu, sebagaimana dijelaskan oleh ojs.ummetro.ac.id, adalah keputusan Sukarno untuk mengakhiri eksistensi Konstituante yang dianggap gagal mencapai konsensus nasional. Dekrit ini juga menegaskan kembalinya UUD 1945 sebagai dasar hukum tertinggi negara.
MPRS kemudian didirikan untuk menggantikan peran legislatif Konstituante. Lembaga ini memiliki kewenangan membuat keputusan-keputusan strategis, termasuk amandemen UUD dan arah kebijakan nasional. Sementara itu, DPAS dibentuk sebagai lembaga penasihat pemerintah dalam menghadapi persoalan-persoalan kenegaraan.
Dengan dekrit ini, Demokrasi Liberal resmi ditinggalkan, dan dimulailah babak baru politik Indonesia di bawah kendali penuh Presiden Sukarno: era Demokrasi Terpimpin.
DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959
Dengan rachmat Tuhan Jang Maha Esa,
KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG
Dengan ini menjatakan dengan chidmat:
Bahwa andjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 jang disampaikan kepada segenap rakjat Indonesia dengan amanat Presiden pada tanggal 22 April 1959 tidak memperoleh keputusan dari Konstituante sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Sementara;
Bahwa berhubung dengan pernjataan sebagian besar anggota-anggota Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar untuk tidak lagi menghadiri sidang. Konstituante tidak mungkin lagi menjelesaikan tugas jang dipertjajakan oleh rakjat kepadanja;
Bahwa hal jang demikian menimbulkan keadaan-keadaan ketatanegaraan jang membahajakan persatuan dan keselamatan Negara, Nusa, dan Bangsa, serta merintangi pembangunan semesta untuk mencapai masjarakat jang adil makmur;
Bahwa dengan dukungan bagian terbesar rakjat Indonesia dan didorong oleh kejakinan kami sendiri, kami terpaksa menempuh satu-satunja djalan untuk menjelamatkan Negara Proklamasi;
Bahwa kami berkejakinan bahwa Piagam Djakarta tertanggal 22 Djuni 1945 mendjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut,
Maka atas dasar-dasar tersebut di atas,
KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG
Menetapkan pembubaran Konstituante;
Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia terhitung mulai hari tanggal penetapan dekret ini dan tidak berlakunja lagi Undang-Undang Dasar Sementara.
Pembentukan Madjelis Permusjawaratan Rakyat Sementara, jang terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakjat ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara akan diselenggarakan dalam waktu sesingkat-singkatnja.
Ditetapkan di Djakarta pada tanggal 5 Djuli 1959
Atas nama Rakjat Indonesia
Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan Perang
SOEKARNO
Sumber: Tempo.co