Pengakuan Pepih Nugraha soal Buzzer Istana: Bohong Jika Kami Gak Dibayar

Sebelum akunnya dipersoalkan soal ambulans, Denny juga ramai dikritik karena mendukung RUU KPK.

Ia tak sejalan dengan sikap koalisi masyarakat sipil dan mahasiswa yang menolak KPK dilemahkan lewat revisi undang-undang.

Denny meyakini adanya radikalisme yang tumbuh di KPK. Ia menyebutnya sebagai kelompok “Taliban”.

Dukungan terhadap revisi UU KPK itu murni pendapatnya. Denny mengaku ia tak dibayar untuk itu.

“Ketika saya menulis di media, iya dibayar. Tapi untuk di Twitter, tidak. Tidak ada titipan,” kata dia.

Kakak Pembina

Di tengah ramainya perdebatan di media sosial soal kebijakan pemerintah dan langkah parlemen, muncul pula isu soal buzzer Istana.

Beredar foto sejumlah pegiat media sosial berkumpul. Ada Denny di foto itu.

Keterangan foto yang diunggah akun seword.com itu menyebut nama Yusuf Muhammad, Katakita, Abu Janda, Aldi El Kaezzar, Pepih Nugraha, Info Seputar Presiden, Redaksi Indonesia, Eko Kuntadhi, Komik Kita, Komik Pinggiran, Habib Think, Salman Faris, dan Seword.com sendiri.

“Semua datang dari berbagai daerah, memenuhi panggilan Kakak Pembina,” tulis Seword.com.

Denny membenarkan pertemuan itu. Saat itu, mereka berkumpul untuk mengkoordinasikan materi kampanye Jokowi di media sosial. Denny mengaku mereka tak dibayar untuk itu.

“Memang buat saya seharusnya kita begitu kampanye itu. Pihak lawan juga begitu. Semua punya agenda membela yang dipilihnya,” ujar Denny.

Ya Digajilah…

Hal yang sama diungkapkan Pepih Nugraha, aktivis media sosial. Pepih menyebut sosok “Kakak Pembina” mengacu pada siapa pun di sana yang paling jago membuat konten.

Berbeda dengan Denny, Pepih mengaku dalam pertemuan itu ada sejumlah uang yang diberikan tim kampanye untuk mereka. Namun uang itu sebatas ongkos operasional dan upah bagi mereka.