Pengakuan Pepih Nugraha soal Buzzer Istana: Bohong Jika Kami Gak Dibayar

“Kayak misalnya Ninoy (Karundeng), dia mengaku digaji Rp 3,2 juta. Kan memang sebagai buzzer ada imbalannyalah. Gajian semua pasti ada… Bohong kalau dibilang enggak ada,” ujar Pepih.

Setelah pilpres, menurut Pepih, para pegiat sosial media pendukung Jokowi, tak lagi terorganisasi seperti saat kampanye.

Kesamaan isu yang diangkat para buzzer pendukung Jokowi karena memang mereka pendukung Jokowi garis keras.

“Karena kita dipersatukan dengan kepentingan yang sama, sehingga kita seolah-olah sama narasinya,” kata Pepih.

Soal ada atau tidaknya akun lain yang saat ini dibayar untuk membela pemerintah di sosial media, baik Denny atau Pepih mengaku tak tahu soal itu.

Pemerintah Bantah

Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, menyebut buzzer pendukung Presiden Joko Widodo yang tersebar di media sosial tidak dibayar.

Ia membantah Kantor Staf Kepresidenan yang dipimpinnya menjadi pemimpin para buzzer dari Jokowi.

Tak hanya itu, ia juga sependapat bila buzzer semua pihak di media sosial agar ditertibkan.

Selain menyebut buzzer Jokowi tak dikomando, Moeldoko juga menegaskan bahwa Presiden Jokowi tidak membutuhkan dukungan yang destruktif dari para buzzer-nya.

Moeldoko mengamati bahwa selama ini buzzer Jokowi kerap melemparkan kata-kata yang tak layak didengar dan tidak enak di hati.

“Yang diperlukan adalah dukungan dukungan politik yang lebih membangun, bukan dukungan politik yang bersifat destruktif,” kata Moeldoko di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (4/10/2019).

Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi, Aditia Irawati, juga memastikan buzzer Istana secara resmi tidak pernah ada.

“Buzzer Istana ini kan istilah yang diciptakan oleh netizen sendiri. Kita itu secara official kita enggak pernah ada buzzer Istana,” ujar Adita saat ditemui wartawan di sela gelaran Siberkreasi di Jakarta, Sabtu (5/10/2019).

Namun, ia tak membantah bila terdapat sebagian pengguna media sosial yang membentuk suatu blok secara militan untuk mendukung pihak tertentu.

Blok-blok tersebut ada yang bersifat organik, asli manusia bukan mesin, dan ada juga yang bersifat anorganik.

Dengan militansinya tersebut, blok yang bersifat organik membela apa yang menjadi program ataupun keputusan dari pemerintah.

Menurut dia lagi, di antara mereka yang organik, sebagian besar ialah relawan dan biasanya mereka tanpa perlu ada instruksi.

Aditia mengimbau agar mereka yang militan untuk menahan diri, karena saat ini yang terpenting adalah bersatu, solid, dan fokus dalam pembangunan. [mc]