Pengamat Militer: Pemerintahan Berbisnis Rasa Takut

Eramuslim – Pengamat Militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai pemerintah tengah menjalankan bisnis rasa takut karena strategi awal penanganan coronavirus disease 2019 (Covid-19) gagal. Ini menyusul kebijakan Presiden Joko Widodo mengerahkan TNI-Polri ke 1.800 titik keramaian di empat provinsi dan 25 kabupaten/kota.

“Pengerahan pasukan itu sebenarnya ya cuma untuk menakut-nakuti saja. Supaya masyarakat takut dan akhirnya mau disiplin. Saya menyebutnya bisnis rasa takut,” ucap Fahmi kepada Indonesiainside.id, Rabu (27/5).

Di sisi lain, kebijakan mengerahkan TNI-Polri itu menunjukan pemerintah mengambil jarak dengan rakyatnya sendiri. Padahal, dalam kondisi pandemi seperti saat ini, kehadiran negara memberi perlindungan dan jaminan sangat dinanti masyarakat.

“Kebijakan itu kemudian lebih tampak sebagai bentuk intimidasi. Itu menunjukkan kurangnya itikad membangun kepatuhan melalui komunikasi berbasis komunitas yang lebih persuasif dan bahkan kecenderungan pemerintah untuk makin berjarak dengan warganya,” ucap dia.

Kendati begitu, Fahmi membantah jika pengerahan pasukan keamanan itu merupakan semi darurat militer. Sebab, istilah semi militer tidak dikenal dalam undang-undang.

“Sebenarnya ya nggak ada semi darurat. Darurat ya darurat aja. Selama belum ada pernyataan darurat militer ya berarti bukan darurat militer,” ucap dia.

Sebelumnya, Joko Widodo mengerahkan TNI-Polri ke 1.800 titik keramaian di empat provinsi dan 25 kabupaten/kota untuk mendisiplinkan masyarakat dalam melaksanakan protokol kesehatan menuju kondisi new normal.

“Mulai hari ini akan digelar oleh TNI dan Polri, pasukan untuk berada di titik-titik keramaian dalam rangka mendisiplinkan, lebih mendisiplinkan masyarakat agar mengikuti protokol kesehatan sesuai PSBB,” kata Joko Widodo, kemarin. (ii)