eramuslim.com – Pakar Hukum Tata Negara, Zainal Arifin Mochtar, menyampaikan kritik terhadap pengesahan RUU TNI yang baru saja disahkan oleh DPR.
Menurut Zainal, terdapat kejanggalan dalam pernyataan Menteri Pertahanan (Menhan) yang menyebut bahwa pengesahan RUU TNI bukan atas permintaan Presiden, melainkan hasil kesepakatan antara pemerintah dan DPR.
Dalam unggahan di Instagram, ia menyoroti penggunaan istilah pemerintah dalam konteks legislasi.
“Ermang pemerintah itu siapa? Bukan Presiden? Pak, mohon rajin dikit baca Pasal 20 UUD, nda ada kata pemerintah dalam pasal legislasi, adanya Presiden,” ujar Zainal, dikutip pada Jumat (21/3/2025).
Ia menegaskan bahwa dalam proses legislasi, Presiden memegang peran utama.
“Jadi, UU TNI itu pasti maunya Presiden dan DPR. Ya karena Presiden yang membahas dan menyetujui bersama DPR. Karena kalo gak Presiden berarti UU TNI maunya siapa dong?” lanjutnya.
Zainal menekankan bahwa sebagai kepala pemerintahan, Presiden memiliki kewenangan serta tanggung jawab dalam pengesahan RUU TNI.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto mengusulkan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Revisi ini mencakup dua poin utama.
Pertama, aturan yang mengharuskan prajurit TNI yang ditempatkan di kementerian atau lembaga lain untuk pensiun dini.
Menurut Sjafrie, meskipun telah pensiun dini, mereka tetap harus memenuhi standar kualitas dan kemampuan sebelum menduduki jabatan di lembaga yang bersangkutan.
Kedua, revisi tersebut mengusulkan agar prajurit TNI aktif dapat menempati posisi di 15 kementerian dan lembaga negara.
“Jadi ada 15, kemudian untuk jabatan-jabatan tertentu lainnya, itu kalau mau ditempatkan dia mesti pensiun,” ujar Sjafrie di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (11/3/2025).
(Sumber selengkapnya: Fajar)