Permohonan Prabowo-Sandi Berpotensi Sangat Besar Dikabulkan Sebagian

Mantap
Mengambil nalar hukum macam apa untuk diandalkan memukul telak keterangan Agus Muhammad Maksum, are Suroboyo pemberani dan cerdas ini, yang di muka sidang terlihat begitu lugas menerangkan ketidakpastian jumlah pemilih dalam DPT? Menyodorkan argumen macam apa untuk menyanggah, membuat keterangannya terlihat seperti cerita nina bobo?

Terus terang saya tersandra pada nalar adanya “kesesuaian logis dan kuat” dalam kerangka hukum pembuktian atas kedua fakta di atas, fakta keterangan Agus dan keterangan Koto. Semakin kuat kesesuaian itu bila keterangan kedua dihubungkan dengan keterangan Idham dan Soegino. Terasa terlalu sulit untuk menyatakan bahwa keterangan – Agus, Idham, Koto dan Soegiono- tidak memiliki kualifikasi “hasil” perolehan suara.

Fakta di atas mengunci argumen konvensional tentang sesilisih hasil. Nalar hasil cukup logis diletakan dalam kerangka pikir tidak akan ada pemilih, bahkan pemilu, bila tidak ada DPT. Perolehan suara adalah ujung hukum DPT.

DPT, dengan demikian dalam nada yang lain adalah awal hukum pembicaraan mengenai hasil, dan hasil perolehan suara adalah ujung hukum DPT. Disitulah letak rasio logis selisih perolehan suara tidak dapat disandarkan semata-mata pada “kecurangan pada saat pemungutan suara atau penghitungan suara pada semua jenjang penghitungan.”

Cukup manis duo Anas dimuka sidang Mahkamah, dengan posisi yang berbeda memberikan keterangan yang satu dan lainnya pada level determinative–memutus atau menentukan-hukum pembuktian saling menguatkan. Manis sekali keduanya menerangkan dengan jelas dan tegas apa saja yang dikemukakan oleh pejabat-pejabat struktural, yang entah pada saat TOT itu sedang cuti atau tidak menyampaikan hal-hal yang diterangkan keduanya dimuka sidang itu.