Petaka Bunga Utang Ketinggian dari Menteri Terbalik

Yang pasti bila Indonesia saat ini mengalami krisis nilai tukar, dapat dipastikan kali ini Indonesia hanya sendirian saja di ASEAN. Karena seluruh negara tetangga kita di kawasan memiliki fondasi yang kuat karena semuanya saat ini mengalami surplus transaksi berjalan (kecuali Filipina yang sedikit defisit).

Jadi tampaknya Malaysia dan Thailand sudah banyak belajar dari krisis 21 tahun lalu, sedangkan Bangsa kita, seperti biasa, selalu tidak pernah mau belajar.

Sri Mulyani dan Chatib Basri Subsidi Investor Surat Utang

Kita kembali lagi kepada fakta tingginya bunga utang yang harus dibayarkan pemerintah kepada investor
surat utang. Kita semua tahu, bahwa alokasi APBN untuk membayar bunga utang di tahun 2019 sekitar Rp 249 triliun, yang terus meningkat setiap tahun.

Bila ditambah dengan alokasi APBN untuk pembayaran pokok utang tahun 2019 yang sebesar Rp 400 triliun, maka total beban utang (yang biasa disebut ‘debt service’) mencapai Rp 649 trilliun. Sekitar 1,5 kali lipat dari, baik anggaran infrastruktur maupun anggaran pendidikan yang di kisaran Rp 400-an triliun.

Total beban utang, ‘debt service’, tersebut mencapai seperempat APBN kita. Sayang fakta ini sering terabaikan publik (mungkin karena Kemenkeu sengaja memisahkan alokasi bunga dan pokok).

Bila dalam tulisan-tulisan sebelum ini, saya coba membuktikan ketinggiannya bunga/ atau kupon pemerintah Indonesia bila dibandingkan dengan negara-negara lain yang rating kreditnya sama atau lebih rendah, kali ini saya coba menunjukkan tingginya bunga atau kupon Indonesia berdasarkan kinerja para menteri keuangan selama 10 tahun terakhir dalam kebijakan penentuan kupon/bunga dengan kurva ‘yield’ sebagai patokan.

Untuk diketahui, tingginya pembayaran bunga utang APBN bukanlah takdir dari Tuhan Yang Maha Esa, melainkan hasil perbuatan manusia, yaitu para menteri keuangan di masa yang lalu.

Tingginya pembayaran bunga utang adalah akibat dari kebijakan penentuan kupon surat utang pemerintah Indonesia di masa lalu yang kewenangannya ada pada menteri keuangan berdasarkan UU
No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.