PNS Dilarang Komentari Politik, Jokowi Renggut Kebebasan?

Eramuslim – Dalam Surat Edaran Badan Kepegawaian Negara (BKN) kepada PPK tentang Pencegahan Potensi Gangguan Ketertiban dalam Pelaksanaan Tugas dan Fungsi PNS yang terbit Mei 2018 lalu, disebutkan bahwa menyebarluaskan pernyataan ujaran kebencian di media sosial bisa membuat ASN dihukum, mulai dari penundaan kenaikan pangkat, gaji, sampai pemecatan.

Menanggapi hal tersebut, Director Paramadina Public Policy Institute (PPPI) Ahmad Khoirul Umam mengatakan pemerintah harus punya aturan teknis dalam menangani sebuah pendapat yang disampaikan ASN. Jika kritik yang disampaikan masih dalam konteks demokrasi, maka pemerintah tak bisa menindaknya dengan mengatasnamakan reformasi birokrasi.

“Aturan teknis yang menjadi koridor kebebasan politik PNS harus jelas dan tetap menjamin penguatan nilai-nilai demokrasi, bukan justru memberangusnya secara membabi buta atas nama reformasi birokasi,” kata Umam, Selasa (15/10/2019).

Selain itu, ia menuturkan, pemerintah harus memberikan kebijakan yang berbeda bagi PNS struktural dan PNS fungsional (dosen, peneliti, dokter, dan sebagainya).

“Perlu dibedakan antara PNS struktural di lembaga-lembaga negara, dan fungsional layaknya dosen, peneliti, dan widyaiswara. Aturan larangan PNS untuk berkomentar bahkan memberikan likes terhadap materi politik lebih proporsional diberikan kepada PNS struktural karena fungsi mereka sebagai Pelaksana keputusan-keputusan politik,” terang Umam.

Sehingga, menurut dia pemerintah tak bisa melarang kebebasan berpendapat terhadap PNS fungsional.

“Bagi PNS fungsional layaknya dosen dan peneliti, aturan larangan berkomentar itu tidak tepat diberikan. Dosen dan peneliti harus tetap diberikan kebebasan berekspresi dam menyampaikan pendapat mengingat mereka adalah bagian dari elemen masyarakat sipil yang menjadi pilar paling sehat dalam demokrasi,” papar dia.