Pokok dan Bunga Sudah Terlalu Besar, Pemerintah Diminta STOP NGUTANG!

Artinya, pembayaran pokok dan bunga utang pemerintah memakan 38,3 persen dari penerimaan perpajakan atau 31,6 persen dari pendapatan negara.

“Pembayaran pokok dan bunga utang di atas jauh lebih besar dari anggaran pendidikan Rp 492,5 triliun, anggaran infrastruktur Rp 415 triliun dan anggaran kesehatan Rp 123,1 triliun,” lanjut dia.

Bahkan jika anggaran pendidikan dan kesehatan digabung, jumlahnya hanya Rp 615,6 triliun. Besarannya kalah Rp 69 triliun dari pembayaran pokok dan bunga utang.

“Jadi terlihat jelas betapa besar utang memakan jatah yang semestinya bisa dipakai untuk program lain. Misalnya untuk melunasi semua utang BPJS Kesehatan kepada rumah sakit,” jelasnya.

Dradjad menamai itu sebagai biaya oportunitas (opportunity cost) dari pembayaran utang, pokok dan bunganya sudah terlalu besar. Bahkan pemerintah terpaksa berutang lagi untuk membiaya APBN.

“Itu sebabnya saya meminta pemerintah mengerem utangnya. Untuk utang swasta, trennya sudah wajib diwaspadai. Jangan sampai utang luar negeri swasta (dan juga BUMN) menjadi tidak terkendali, yang dapat meningkatkan country risks Indonesia dengan signifikan,” tandasnya.

Melansir laman resmi Sekretariat Kabinet, ULN pada akhir April 2019 tercatat sebesar 389,3 miliar dolar AS yang terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar 189,7 miliar dolar AS, serta utang swasta (termasuk BUMN) sebesar 199,6 miliar dolar AS.

Dalam laporan Statistik ULN RI edisi Juni 2019 yang diterbitkan oleh Kemenkeu dan BI menyatakan bahwa ULN Indonesia tumbuh 8,7 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada Maret 2019 sebesar 7,9 persen (yoy).

Hal ini karena transaksi penarikan netto ULN dan pengaruh penguatan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS. Sehingga, ULN dalam Rupiah tercatat lebih tinggi dalam denominasi dolar AS.

Peningkatan pertumbuhan ULN terutama bersumber dari ULN sektor swasta, di tengah perlambatan pertumbuhan ULN pemerintah. [rm]