Raja Salman di mata Ust. Yusuf Mansyur

Eramuslim.com – Raja mana di dunia yang haafizh Alquran saat ini? Selain Raja Salman bin Abdul Aziz al-Saud, raja Arab Saudi, sementara saya belum mengetahuinya. Raja Salman sejak usia 10 tahun sudah haafizh. Dia bertradisi intelektual, seorang yang akademis.

Anaknya, bahkan seorang pilot tentara dan seorang astronot. Senang sekali. Dunia Arab sekarang ini melesat. Banyak pelajaran yang kemudian bisa saya pelajari.

Seperti halnya Qatar. Aksi-aksi beli korporasi, opportunity, dan investasi yang Qatar lakukan di berbagai bidang. Di berbagai belahan dunia, termasuk di bidang teknologi dan olahraga. Ternyata menurut saya genuine banget. Top.

Saya sempat membayangkan, saat dulu Indonesia membangun industri dirgantara bersamaan dengan itu, dulu, Indonesia melakukan aksi beli. Beli Airbus, beli Boeing. Kemudian pabrikasinya ditarik ke Indonesia.

Lakukan juga aksi beli sumber-sumber sparepart atau suku cadang, dan tentu saja sumber daya manusianya (SDM). Kemudian, dirikan juga di Indonesia. Wah, bakalan gila pertumbuhan kota-kota di Tanah Air. Qatar melakukan aksi ini.

Aksi yang saat ini sedang dipertontonkan secara raksasa oleh Raja Salman. Demen banget saya. Saya banyak belajar. Lompat-lompat hati dan pikiran saya. Qatar sekian belas tahun yang lalu, membeli perusahaan-perusahaan digital dan telekomunikasi.

Termasuk perusahaan di Indonesia. Qatar tarik dan buka kantor pusat di Qatar. Dengan segala kembangannya, termasuk menarik SDM yang multitalenta, di antaranya adik kandung saya yang saat itu dibayar Rp 120 juta per bulan.

Hasilnya, industri telekomunikasi di Qatar sangat bagus. Terpaksa dunia pun buka cabang di Qatar.

Perwakilan atau bahkan melebur. Saat dunia Arab memutuskan membeli klub-klub bola, yang tidak mengerti dunia ekonomi, keuangan, pariwisata, menyangka bahwa itu adalah kelakuan para pangeran Arab. Hidup mewah. Buat apa coba? Ternyata memang sangat strategis.

Saya masih memakai Qatar sebagai contoh lagi. Salah satu akibatnya adalah pertumbuhan negeri Qatar yang dahsyat. Sekarang mereka sedang berbenah menyambut Piala Dunia 2022, mereka sebagai tuan rumahnya.

Industri turunan dan kembangannya mengikuti aksi beli dan investasi. Dan rupanya mereka ngegas pol. Balap motor dan balap mobil. Padahal, negeri mereka adalah negeri gurun. Semestinya, yang ada hanyalah balap unta.

Namun, balap motor dan balap mobil di Qatar pun akhirnya diakui dunia. Bila satu negeri dengan kekuatan uangnya suka mengimpor buah-buahan, maka masuk akal jika kemudian diputuskan berangkat ke negeri pengekspor.

Dan kemudian membeli tanah-tanah dan kebun-kebun mereka. Supaya saat impor tidak ada yang diimpor melainkan barang sendiri. Dubai pun rajin melakukan aksi ini. Baru-baru ini, satu bank besar di Indonesia, dimasuki Dubai.

Tiba-tiba publik perbankan di Indonesia disuguhi nama tambahan menarik…Dubai. Sebagai nama tambahan bank tersebut. Asli. Gemes saya. Program Beli Ulang Indonesia insya Allah bakal terus kita gelorakan. Menjadi Beli Dunia.

‘Alaa kulli haal, pembelajaran aksi investasi Raja Salman sungguh melecut motivasi saya. Di bidang pariwisata, saya saja akan berpikiran sebagai the true leader. As the king. Bagaimana?

Ketika Raja Salman ”mendorong” warganya menikmati Indonesia, maka Raja Salman mengetahui bahwa warganya akan menghabiskan duit yang tidak sedikit. Bagaimana caranya supaya uang warganya tidak ke mana-mana?

Seperti halnya Korea yang juga membuka banknya di sini. Kira-kira begitu, maka dunia pariwisata pun sekalian saja dibabat. Dimiliki. Sehingga saat warganya menikmati resort maupun hotel yang ada di Indonesia, maka itu adalah milik Saudi.

Nggak ke mana-mana. Pintar. Begitu juga di industri minyak. Dan saya kira akan merambah ke berbagai sektor. Mengingat dananya berlimpah. Istilah saya, “lega”. Dananya gede, dikucurkan ke mana saja masih sisa banyak.

Dan ibarat pengantin yang lagi dilirik, dilamar sana-sini. Saya lebih suka Indonesia memilih Raja Salman. Mengapa? Bagi saya, dan bagi kaum Muslimin, nggak mengapa juga menguntungkan Saudi.

Toh, di antaranya, akan dipakai juga untuk dana pemeliharaan, penjagaan, dan pengembangan dua Tanah Suci. Makkah dan Madinah, yang di dalamnya ada Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Insya Allah, ikhlas banget dah.

Jika mereka mau mengambil untung di dan dari Indonesia, apalagi memang setiap raja Saudi, termasuk Raja Salman, adalah Khaadimul Haraamain asy Syariifain. Pelayan dua Tanah Suci. Dan kita bangga, Indonesia jadi punya andil juga di dalamnya.

Indonesia insya Allah begitu. Bahkan lebih. Besok, perusahaan pabrik-pabrik mobil, industri gadget, dan lain sebagainya, investornya kita saja. Mereka bisa. Negeri kita insya Allah bisa.

Raja Salman pun individu yang menarik. Indonesia wajar menyambutnya. Bukankah saat Pak Jokowi ke Saudi, Raja Salman menyambutnya di kaki pesawat? Padahal, Raja Salman pernah meninggalkan Barack Obama yang terbengong-bengong.

Sebab, Obama ditinggal karena azan Ashar sudah berkumandang? Raja Salman pun patut ditiru. Ketika beliau nggak ragu mengeksekusi pangeran Arab yang terlibat penembakan terhadap warga sipil.

Bahwa satu bangsa, satu pemimpin, ada kekurangannya, maka yang pertama, berita itu belum tentu. Namanya juga berita. Bila ada, cari yang baiknya saja. Indonesia juga toh nggak mau disebut negeri para koruptor.

Nggak mau kan disebut negeri dengan sebutan jelek-jelek? Perbuatan satu dua orang, satu dua kelompok, jangan sampai menjadikan kita menggeneralisasi dalam penilaian dan menilai. Kecuali terhadap kebaikan demi kebaikan. Bukan sesuatu yang bersifat keburukan. Wallaahu a’lam.

“Indonesia insya Allah begitu. Bahkan lebih. Besok, perusahaan pabrik-pabrik mobil, industri gadget, dan lain sebagainya, investornya kita saja. Mereka bisa. Negeri kita insya Allah bisa”.

 

*) Pimpinan Pondok Pesantren Daarul Quran

(sumber: republikaonline)