Rupiah Tembus Rp15.200 Per 1 Dollar, Rizal Ramli: Ketergantungan Utang Sangat Besar

eramuslim.com – Rupiah semakin melemah terhadap dollar Amerika Serikat. Hingga pukul 14.56 Wita, Rabu, (28/9/2022), 1 Dollar Amerika Serikat tembus Rp15.200.

Menanggapi hal itu, Ekonom senior Rizal Ramli mengatakan, melemahnya rupiah akibat Bank-bank sentral negara OECD sedang melakukan program anti inflasi agresif dengan menyedot ekses likuiditas.

“Rupiah semakin melemah karena Bank2 Sentral negara OECD sedang melakukan program anti-inflasi agresif dengan menyedot ekses likwiditas,” ujarnya dalam akun sosial medianya.

Selain itu kata dia, karena kelemahan struktural ekonomi Indonesia dan ketergantungan utang sangat besar.

“Dan karena ‘kelemahan struktural’ ekonomi Indonesia dan ketergantungan utang sangat besar, yg sangat rentan terhadap gejolak tingkat bunga,” tandasnya.

Dilansir dari Routers, Bank sentral Indonesia telah melanjutkan “intervensi tiga kali” untuk menjaga agar nilai tukar rupiah tidak jatuh secara berlebihan, dengan fokus pada intervensi di pasar forward nondeliverable domestik.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Edi Susianto mengatakan, bank sentral juga akan terus melakukan “operation twist” di pasar obligasi dengan fokus pada penjualan obligasi jangka pendek.

Hal itu kata dia setelah rupiah pada Rabu, (28/9/2022) turun sebanyak 0,9 persen yakni menjadi 15.260 per dolar, terlemah sejak April 2020.

Edi mengatakan tekanan pada rupiah dan mata uang Asia lainnya disebabkan oleh kegelisahan pasar setelah pernyataan hawkish oleh Federal Reserve AS dan laporan tentang rencana Rusia bagi anggota OPEC+ untuk memangkas produksi minyak mereka.

“Tentu BI akan mengawal (pasar) dengan triple intervensi agar mekanisme pasar tetap terjaga dan tidak terjadi depresiasi (rupiah) yang liar atau berlebihan,” ujar Edi.

“Intervensi triple lebih fokus pada DNDF (domestic nondeliverable forwards) untuk mengelola ekspektasi pelaku pasar,” lanjutnya.

BI menggunakan istilah “tiga intervensi” untuk operasinya di pasar spot valuta asing, DNDF dan obligasi.

Baru-baru ini, intervensi pasar obligasi telah dilakukan di bawah apa yang disebut “operation twist”, di mana BI menjual obligasi dengan jatuh tempo jangka pendek dan membeli yang jangka panjang.

Tujuannya adalah untuk meningkatkan hasil jangka pendek dan membuat obligasi lebih menarik bagi investor asing, sementara juga membantu pemerintah mempertahankan biaya pinjaman yang relatif rendah untuk pinjaman jangka panjang.

Menurutnya, langkah BI di pasar obligasi akan tergantung pada perkembangan pasar.

BI telah menaikkan suku bunga dua kali dengan total 75 basis poin sejak Agustus untuk mengendalikan inflasi domestik dan mendukung rupiah. [Fajar]