Saat Jadi Menteri, Yusril Tak Memasukkan Definisi Terorisme

Eramuslim.com – Mantan menteri hukum dan perundang-undangan 2001-2004 Yusril Ihza Mahendra menyebutkan, ia hanya butuh waktu satu pekan ketika menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No 1 Tahun 2002 tentang Antiterorisme. Kendati demikian, ia sangat berhati-hati dalam membentuk peraturan tersebut dan sengaja tidak memasukkan definisi terorisme.

“Perppu Terorisme saya bentuk cuma seminggu dulu. Tahun 2002 sampai hari ini belum pernah ada proyeksi dan saya pikir itu sebenarnya sudah cukup baik ya,” terang Yusril saat ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jakarta Pusat, Senin (21/5).

Menyikapi UU Antiterorisme yang akan direvisi, apabila revisi itu dilakukan dengan penambahan atau beberapa perubahan terhadap beberapa hal maka Yusril setuju saja. Menurutnya, yang akan membikin repot nantinya adalah jika apa yang dibentuknya semasa menjadi Menteri Kehakiman dan HAM itu dibuang sama sekali.

“Karena ini kan perdebatan mengenai membuat definisi terorisme. Saya sendiri sengaja tidak membuat definisi (terorisme),” lanjut dia.

Ia menilai, mendefinisikan sesuatu hanya untuk kepentingan akademik saja. Tidak bisa kemudian dijadikan suatu definisi dalam merumuskan suatu perbuatan pidana. Karena itu, kata Yusril, dia dulu mengatakan, barang siapa meledakkan bom di tempat terbuka maka tindakan itu adalah terorisme, pada saat menyerang kepentingan umum itu terorisme, menyerang menara di bandara juga sebagai tindakan terorisme.

“Kalau begitu lebih simpel. Kalau sekarang ini mau didefinisikan, definisi itu tidak akan menerangkan apa-apa. Lebih baik menyebutkan perbuatan-perbuatan apa saja yang dapat digolongkan sebagai perbuatan terorisme,” ungkapnya.

Saat membentuk Perppu Antiterorisme tahun 2002 dulu, Yusril mengaku sangat berhati-hati. Pembentukan Perppu Terorisme dilakukan beberapa hari setelah terjadinya Bom Bali I. Di mana pasa saat itu suasana pokitik juga tengah tegang-tegangnya.

“Tapi ya saya bisa meyakinkan banyak pihak, kita memang perlu punya UU Terorisme untuk menangkal, baik pada tingkat pencegahan, preemptif, dan mengatur juga untuk memuljhkan keadaan pascaterjadinya tindakan terorisme itu sendiri,” tuturnya.[republika]