Said Aqil Sebut Tanpa Pasukan China Tak Ada Indonesia, PBNU: Sama dengan RI Ada karena Belanda

“Karena, majemuk itu harus saling menghargai antara satu suku dengan suku yang lain, integrasi antara satu dengan yang lain. Karena itu maka, dalam sejarah pun juga, satu majemuk, yang kedua memang tidak lepas dari sebab akibat,” imbuhnya.

Dalam pidatonya, Said Aqil menyebut kerjaan Majapahit tidak akan ada tanpa pasukan China. Masduki menerangkan berdirinya kerjaan Majapahit tidak terlepas dari kedatangan Khubilai Khan.

Sebab, sebut Masduki, pasukan Khubilai Khan berhasil menghancurkan kerjaan Kediri. Kemudian pasukan pasukan Raden Wijaya menghancurkan tentara Khubilai Khan, hingga akhirnya berdirilah Majapahit.

“Sebab akibatnya itulah yang dijelaskan. Angle sejarah itulah, angle sebab akibat yang dijelaskan olehnya bahwa berdirinya kerajaan Majapahit itu tidak lepas dari kedatangan Khubilai Khan, yang ingin menyerang Singasari. Ternyata Singasarinya sudah kalah perang dengan Kediri, maka Khubilai Khan kemudian disuruh menyerang Kediri, hancur Kediri. Tentara Khubilai Khan bahkan kemudian Raden Wijaya sendiri yang menghancurkan tentara Khubilai Khan. Jadi akhir di situlah berdiri kerajaan Majapahit,” papar Masduki.

“Itulah yang dimaksud oleh Said, kausalitas, sebab akibat. Jadi artinya negara Majapahit itu ada karena adanya tentara China. Ya sama saja, negara Indonesia itu ada karena ada kolonialisme Belanda. Kalau tidak ada kolonialisme Belanda kan tidak ada teritorial seperti yang Indonesia ada,” imbuhnya.

Masduki menuturkan pidato Saiq Aqil yang viral seharusnya diartikan secara utuh. Dia menduga pidato Saiq Aqil menjadi viral karena saat ini ada anggapan Indonesia takut dengan China.

“Jadi kausalitas yang seperti itu jangan diartikan fragmentaris, leterlek. Kalau diartikan fragmentaris, leterlek, seakan-akan bahwa kalau tidak ada China, nggak ada Indonesia. Itu kan dikonteksnya kan sekarang bahwa sekarang ini dikatakan sedikit-sedikit, apa-apa ditakut-takuti sama China kan, jangan ke situ arahnya,” sebut Masduki.

Lebih lanjut, Masduki menekankan bahwa yang dimaksud Said Aqil adalah bagaimana masyarakat Indonesia yang kaya akan suku dan etnis bisa saling toleransi.

“Di media sosial itu memang jadi tambah kacau. Maksud Kiai Said itu lebih kepada bagaimana bangsa ini dari berbagai suku, etnis, mari kita, karena memang suku, etnisnya tinggi, mari kita toleransi. Kan itu maksudnya, pluralitas. Jadi itu pidatonya, latar belakangnya, bukan yang lain. Kira-kira begitu, tolonglah dijelaskan duduk perkaranya,” pungkas Masduki. []