Samik Ibrahim: Ulama Minang Pemrotes Pemerintah Kolonial

Ia pun dituduh provokator karena mengompori para petani berunjuk rasa menuntut diakhirinya monopoli harga padangan di depan kantor wedana di Painan. Selain itu, Samikjuga dimusuhi saudagar Tionghoa, karena memprotes sistem ijon yang sering dipraktikkan mereka. Samik pun merevolusioner sistem yang merusak itu, dengan membentuk organisasi simpan pinjam-yang hampir mirip dengan koperasi di tahun 1928.

Tidak hanya pemerintah yang dibuat gerah dengan aksi protesnya, juga para ulama yang berafiliasi pada tarekat Syattariyah dan Naqsyabandiyah. Samik yang diduga intens mengikuti pers Al Munir Al-Manar terbitan Sumatra Thawalib Padang Panjang, dan pesatnya Muhammadiyah di Serambi Mekah (baca: Padang Panjang), mendorong dirinya memberi pencerahan di Nagari Kambang. Ia pun tampil mengritik semua praktik keagamaan yang berbau taklid, bid’ah dan khurafat.

Pada tahun 1924 menjadi Guru Bantu di Volk School Koto Pulai Nagari Kambang. Pada tahun 1926, ia dipromosikan menjadi directuur (baca: kepala sekolah Desa) Volk School di Amping Parak Nagari Kambang. Ia langsung melakukan gebrakan, mengubah kurikulum yang diterapkan pemerintah Kolonial Belanda, terutama pada materi menyanyi menjadi mengaji Alquran. Sontak saja, kebijakan yang bertahan dua tahun itu membuat School Inspecteur meradang dan memecatnya. Buntutnya tidak sekedar dipecat, Samik pun meringkuk di penjara Painan dan dituduh merusak rust en orde.

Lepas dari penjara Painan di tahun 1928, Samik segera terjun dalam gerakan Islam berkemajuan. Ia aktif merintis cabang-cabang Muhammadiyah di wilayah Pesisir Selatan/Bandar Sepuluh seperti Air Haji, Sungai Talang, Amping Parak, Pelangai Kambang, Lumpo Balai Selasa, Inderapura, Tapan. Aktifitas berpusat di Pasar Baru Lakitan. Memobilisai masyarakat Kambang dalam suatu Tabligh Akbar di lapangan Padang Cupak. Tabligh dibubarkan oleh Kepala Negeri dengan bantuan kaki tangan Belanda. Kembali Samik Ibrahim ditahan di Painan dengan tuduhan provokator dan mengganggu ketertiban umum.

Pada tahun 1930 kembali Samik berurusan dengan Veldpolitie. Untuk memperingati  Konges Muhammadiyah ke-19 di Fort de Kock Bukittinggi, Samik mengumpulkan aktivis Muhammadiyah untuk melakukan arak-arakan di Kota Painan. Buntutnya, Hoofdbestuur Veldpolitie membubarkan arak-arakan. Dan Samik sebagai pimpinan diproses verbaal dan kembali di tahan di penjara Painan.