Samik Ibrahim: Ulama Minang Pemrotes Pemerintah Kolonial

Ditahan beberapa bulan, pada awal 1931 kembali ia berurusan dengan Veldpolitie. Permasalahannya sederhana saja. Samik memobilisasi shalat Ied di tanah lapang di beberapa nagari, di antaranya  Sungai Talang, Lumpo, Amping Parak, Kambang, Pasar Baru, Air Haji, dan Inderapura. Ia pun dikenai pasal vergader verbond (larangan bicara dimuka umum).

Dua tahun kemudian, Samik kembali berurusan dengan hukum. Kali ini, ia berurusan dengan Politieke Inlichtingen Dienst(PID).Persoalan itu muncul dari bagian tulisan Samik yang dirilis dalam Akidah dan Tasawuf Islam. Sau bagian yang membuat pemerintah Belanda meradang adalah tulisannya tentang keganasan militer Italia atas muslimin Tripoli Libya. Akibatnya, buku itu pun dibeslag dan Samik pun dikurung selama 4 bulan 10 hari di penjara Painan. Tidak sampai disitu, ia juga dilarang bermukim di Bandar X (Riwayat Hidup, 6 Desember 1961).

Makin menguatnya larangan untuk Samik, membuatnya memutuskan hijrah ke Kerinci tahun 1935. Ia pun didaulat menjadi Ketua Muhammadiyah Cabang Sungai Penuh. Namun, kembali ia menemui batu sandungan. Saat ia membentuk panitia untuk mengumpul dan mendistribuskan zakat fitrah, Samik pun diusir oleh Controleur Sungai Penuh.  Ia kemudian memutuskan pindah ke Padang, tepatnya di Muhammadiyah Pasar Gadang.

Pasca menetap di Padang, karir Samik Ibrahim pun berkembang pesat. Di tahun 1937, ia memimpin beberapa sekolah di antara Hollandsch Indlandsche School (HIS), dan Sekolah Guru Muhammadiyah. Setahun kemudian, Samik memimpin Majelis Pengajaran Muhammadiyah Sumatera Tengah (Mingkabau dan Jambi), dengan menerbitkan majalah TJUATJA (Tjuraian dan Tjatetan) –sebuah majalah yang bertujuan menggerakkan amal pendidikan dan pengajaran Muhammadiyah. Memasuki tahun 1938 Samik bergerak aktif untuk mendirikan KOPAN- semacam koperasi yang bertujuan untuk membentuk kehidupan para petani. Pada masa pendudukan Jepang, KOPAN yang didirikan Samik berkembang pesat, tidak saja mewadahi petani juga bergerak dalam simpan pinjam, hasil bumi, pengangkutan hasil bumi, mewadahi tukang, dan para saudagar.

Di tahun 1944, Samik turut masuk dalam Saudagar Vereeniging –sebuah perkumpulan pedagang yang berlokus di Pasar Gadang. Ia juga turut mendesain berdirinya Sumatra of Banking di Pasar Gadang, kemudian melebur menjadi Bank Nasional Indonesia 46 (BNI ’46).