SBY Disebut Tidak Berkeringat untuk Demokrat, Ni’matullah: Lebih-lebih Moeldoko!

eramuslim.com – Ketua DPD Partai Demokrat Sulsel, Ni’matullah menyatakan upaya Gerakan Pengambilalihan Kepimpinan Partai Demokrat  (GPK PD) menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) dapat dipastikan sebagai tindakan para pengacau keamanan.

Pernyataan ini disampaikannya dalam merespons kabar pelaksanaan KLB Demokrat  di Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumut, 5-7 Maret 2021 yang konon, forum itu bakal dihadiri Kepala KSP Moeldoko.

“Sejak awal sikap kita jelas, tegas menolak upaya pecah belah kader. Mereka menyebutnya Gerakan Pengambilalihan Kekuasaan Partai Demokrat (GPK-PD). Saya lebih suka menyebutnya gerakan pengacau keamanan,” papar Ni’matullah kepada fajar.co.id di Kantor Sekretariat DPD Demokrat Sulsel, Jumat (5/3/2021).

Dijelaskan, Partai Demokrat  merupakan institusi resmi, disahkan oleh negara atas eksistensi dan kehadirannya pun diakui konstitusi. Kongres tahun 2020 sudah mendapat persetujuan Kemenkumham, dan disahkan AD/ART-nya.

Bahkan orang-orang yang jadi inisiator KLB  ilegal sudah dipecat. Sudah bukan lagi kader Demokrat . Sehingga sesungguhnya gerakan ini sudah masuk kategori mengganggu dan merusak konstitusi yang sah diakui negara. Alasan ini sudah lebih dari cukup untuk polisi mengambil tindakan tegas.

“Jika KLB digelar, AD/ART mana yang dipakai. Kalau AD/ART yang lama digunakan, mereka harus melaksanakan kongres tahun 2019. Kalau AD/ART yang baru mereka harus ada persetujuan 50% Ketua DPC yang sah bukan pengurus DPC. Lalu 3/4 atau 26 Ketua DPD yang setuju. Pasal 3 lebih parah lagi, harus mendapat persetujuan Ketua Majelis Tinggi partai. Jadi muncul pertanyaan, jika dilakukan KLB , AD/ART mana yang mereka pakai?” tegasnya.

Menurutnya, mungkin bisa saja dapat persetujuan 10 persen ketua DPC, tapi Ketua DPD tidak mungkin didapat walaupun satu. “Saya yakin sekali. Apalagi izin Majelis Tinggi. Mustahil itu,” ketusnya.

Belum lagi merujuk pada anggaran rumah tangga yang diatur alasan pengusulan dan pelaksanaan KLB . Alasan itu harus jelas, sementara alasan yang mereka gaungkan tidak ada yang masuk akal.

“Yang pertama kalau Ketua Umum berhalangan tetap, sakit parah atau tersangkut masalah hukum. Seperti kasus Anas Urbaningrum tahun 2013 dimana kita menggelar KLB karena Ketua umum tersangka korupsi dan ditahan. Sehingga tidak bisa lagi mengelola partai,” terangnya.