Sekulerisme, Menghalangi Manusia Menjadi Muslim Sejati

Adapun hal-hal yang berkaitan dengan interaksi manusia dengan sesama manusia, makhluk hidup selain manusia, dan alam sekitar, adalah ruang publik dan masalah sosial. Demikian doktrin yang ditegaskan oleh Sekulerisme. Sehingga harus ada pemisahan yang tegas antara ruang publik dan ruang privat. Harus ada pembatasan yang jelas antara kedaulatan Tuhan dan kedaulatan manusia.

Berdasar paham sekulerisme tersebut, seseorang hanya boleh mengaitkan Tuhan dengan ritual ibadah dalam ruang lingkup pribadi. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, maka Tuhan dan syariat Tuhan haram berbicara di dalamnya.

Tuhan harus puas disembah oleh manusia di sinagog, gereja, kelenteng, pura, wihara, dan rumah-rumah ibadah lainnya. Tuhan tidak boleh protes jika manusia menjadi Tuhan-Tuhan lainnya di kantor, sekolah, kampus, pabrik, bank, pasar, supermarket , parlemen, dan istana negara. Tuhan adalah sesembahan yang berdaulat dalam hati manusia, dalam ruang lingkup pribadi belaka. Tapi manusia adalah tuhan sesembahan dan penguasa yang sebenarnya dalam akal pikiran dan perbuatan manusia, dalam bidang ekonomi, politik, sosial budaya, dan militer.

Itulah doktrin yang dicekokkan oleh sekulerisme. Paham ini jelas bertentangan dengan prinsip ketundukan total kepada Allah yang dianut seorang Muslim. Karena bagi seorang Muslim, Allah adalah Rabb mereka, baik di masjid, maupun di kantor, baik di bilik pribadi maupun di tanah lapang. Allah yang mereka ibadahi adalah Allah yang menurunkan syariat-Nya untuk dijalankan oleh Umat Muslim. Allah yang memerintahkan mereka untuk sholat, adalah Allah yang sama dengan yang melarang riba. Allah yang memerintahkan mereka bersuci dari hadats adalah Allah yang sama yang memerintahkan mereka untuk mensucikan pelaku zina dengan dera atau rajam.