Sertifikasi Khatib Jumat Itu Singgung SARA

Eramuslim.com – Komisi VIII DPR yang membidangi keagamaan menolak rencana Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin membuat program sertifikasi khatib. Pasalnya, dari judul program saja ini cenderung provokatif, diskriminatif, dan sensitif di tengah isu yang terjadi saat ini.

“Saya bilang provokatif karena seolah-olah khatib inilah yang menjadi pemicu munculnya pangkal kekerasan, penghujatan, pemecah belah dan merusak kebhinekaan,” kata Anggota Komisi VIII DPR Mohammad Iqbal Romzy, Jumat (3/2).

Kemudian, lanjut Romzy, kenapa juga hanya dialamatkan kepada khatib. Ia menyebut ini adalah diskriminatif. Padahal, dalam pelaksanaan shalat Jumat sudah ada ketentuan syar’i yang mengatur.

“Jadi seandainya mau disertifikasi yah semuanya, jangan hanya untuk Islam saja,” ujar politisi PKS ini.

Program ini, lanjut Romzy, juga sangat sensitif, karena ini masih ada kaitannya dengan aksi-aksi umat Islam baru-baru ini.

“Ketika kondisi umat mau pulih, bahkan capek, malah jadi terbebani lagi. Jangan umat Islam terus menjadi sasaran, umat sedang colling down. Saya lebih setuju program pelatihan peningkatan kapasitas khatib dan imam, itu lebih keren,” tutupnya seperti dilansir dari Parlementaria.

Sebelumnya Menag Lukman Hakim Syaifudin mengatakan, standarisasi Khatib bukan ide murni dari Kementerian Agama. “Ini adalah masukan dari beberapa ormas kepada saya, sehingga kami merespon dengan program seperti ini. Ada fenomena masjid-masjid kita yang dinilai bisa mengancam kerukunan hidup internal umat Islam sendiri,” klaimnya tanpa mau menyebut ormas mana yang meminta hal yang menyinggung SARA dan diskriminatif tersebut.

Menurut Lukman, karena yang memberi masukan hanya ormas Islam, maka, standarisasi Khatib hanya ditujukan kepada umat Islam saja. Agama yang lain belum ada yang mengusulkan. Ditambahkan, pemerintah tidak pada posisi untuk menentukan. Komisi VIII DPR bisa melakukan rapat dengar pendapat dengan mengundang MUI dan ormas Islam yang lain. (kl/rmol)