Pemerintah Indonesia akan digugat rakyat atas keputusannya menunjuk ExxonMobil sebagai operator Blok Cepu. Sementara sejumlah Fraksi di DPR juga mempersiapkan hak interpelasi dan hak angket atas keputusan yang melanggar pasal 33 UUD 1945 dan UU No19/2003 yang sangat merugikan Indonesia.
Hal itu disampaikan anggota Dewan Harian Nasional ’45 Dr Ir Pandji R Hadianto PE MH mewakili sekitar 50-an komponen masyarakat Indonesia yang menolak keputusan pemerintah menyerahkanpengelolaan Blok Cepukepada Exxonmobil di Pressroom DPR/MPR RI Jakarta, Selasa (14/3).
Menurut Pandji, sekalipun sudah dapat diduga hak intepelasi dan hak angket akan kandas di tengah jalan, namun upaya itu tetap dilakukan di tengah gugatan yang akan disampaikan rakyat kepada pemerintah Indonesia.
“Tekanan rakyat ini perlu dilakukan, karena pemerintah sudah terlalu jauh mengintervensi Pertamina dan Pemerintah dinilai terlalu lemah mengghadapi tekanan Amerika Serikat (AS) untuk menguasai asset Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia, yang secara mutlak milik rakyat Indonesia,” katanya.
Ia menambahkan, dalam persoalan asset SDA rakyatlah yang berdaulat. Pemerintah hanya menjadi pengelola untuk menyejahterakan dan kemakmuran rakyatnya. “Dengan diserahkannya hak operator kepada ExxonMobile, berarti pemerintah telah menghilangkan hak dan kedaulatan rakyat atas asset SDA.”
Karena itu lanjutnya, Gerakan Rakyat Penyelematan Blok Cepu yang dikoordinir Marwan Batubara yang juga Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI itu, mendesak pemerintah membatalkan kesepakatan dengan ExxonMobil. Kalau tidak maka rakyat akan menggugat pemerintah. “Saat ini kita sedang melakukan uji materil gugugatan pemerintah kepada Mahkamah Konstitusi (MK),” ujar nya.
Sementara itu, Ketua Panitia Anggaran (Panggar) DPR dari F-PDIP Emir Moeis mengatakan, bahwa keputusan pemerintah tentang Blok Cepu itu akan menjadi bom waktu, yang kapan saja bisa meledak, karena penuh KKN sejak mulai peralihan dari Humpus ke Ampalak lalu ke Exxonmobile.
“Waktu saya menjadi Ketua Pansus Pertamina tahun 2004, persoalan ini sudah berulangkali diingatkan kepada pemerintah, dan Dirut Pertamina ketika itu sangat memperhatikan saran Pansus tersebut, sehingga dengan tegas menolak perpanjangan kontrak dengan ExxonMobil,” papar dia.
Menurutnya,sewaktu kepemimpinan Presiden Megawati persoalan Blok Cepu itu sudah dibicarakan kepada Presiden Bush termasuk juga tentang Freeport, bahwa asset SDA Indonesia tak boleh di kontrakkan, apalagi dieksplorasikan oleh pihak asing. Atas penjelasan itu Bush dapat memahami.
“Tetapi pada Presiden Susilo pembicaraan yang sudah tercipta dengan baik dengan Presiden Bush itu malah menjadi mentah dan akhirnya ExxonMobil menguasai Blok Cepu, dengan posisi sebagai operator. Cepat atau lambat ini akan menjadi bom waktu,” aku Emir.
Dijelaskannya, F-PDIP akan menyampaikan semua persoalan ini kepada KPK dan juga semua yang dilakukan Pansus Pertamina 2004 untuk mempertahankan Blok Cepu tetap ditangani Pertamina. “F-PDIP sudah memberikan izin kepada Emir Moeis untuk menyampaikan hal itu kepda KPK,” ujar Ketua F-PDIP Tjahyo Kumolo menambahkan. (dina)