Sontoloyo, Genderuwo dan Lunturnya Politik Simbol Jokowi

Eramuslim – Beberapa waktu belakangan, Presiden Joko Widodo yang juga calon presiden petahana membuat kejutan untuk publik dengan sejumlah pernyataan frontal dalam pidatonya.

Saat membagikan sertifikat tanah bagi warga Jakarta Selatan, Selasa (22/10), Jokowi mengingatkan masyarakat akan bahaya politikus sontoloyo. Menurutnya politikus sontoloyo memengaruhi masyarakat dengan isu-isu tak jelas.

Mantan Wali Kota Solo itu tak menyebut siapa politikus sontoloyo yang ia maksud. Pidato itu pun direspons berbagai kalangan. Bahkan Fadli Zon, Wakil Ketua DPR dari Partai Gerindra, membalasnya dengan puisi berjudul ‘Ada Genderuwo di Istana’.

Tak berhenti di situ, Jokowi kembali membuat retorika ofensif saat mengunjungi Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Jumat (9/11). Kali ini Jokowi memakai istilah politik genderuwo sebagai gaya politik yang hanya menakut-nakuti masyarakat.

Lagi-lagi pidato Jokowi memicu perdebatan. Fadli Zon dan musisi Ahmad Dhani pun membuat puisi dan lagu ‘Sontoloyo’ sebagai kritik balasan.

“Cara-cara seperti ini adalah cara-cara politik yang tidak beretika. Masa masyarakatnya sendiri dibuat ketakutan? Enggak benar kan? itu sering saya sampaikan itu namanya ‘politik genderuwo’, nakut-nakuti,” kata Jokowi di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Jumat (9/11).

Pernyataan keras Jokowi dalam beberapa waktu belakang dinilai melenceng dari gaya politiknya selama ini. Jokowi dikenal dengan politik simbol ala Jawa. Biasanya ia menanggapi serangan politik bukan dengan verbal.