Swasembada Pangan Kau Kejar, Banjir Impor Ku Dapat

Eramuslim – Kedaulatan pangan menjadi satu dari sembilan program prioritas Pemerintahan Presiden Joko Widodo yang tertuang dalam Nawacita. Pada awal kepemimpinannya, ia menargetkan kedaulatan pangan lewat swasembada bisa terlaksana dalam waktu 3 tahun.

Jauh panggang dari api. Alih-alih swasembada pangan, komoditas pangan impor malah membanjiri Indonesia. Beras, misalnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2014, impor beras tembus 844 ribu ton. Setahun setelah pemerintahan berjalan, impor beras naik tipis 861 ribu ton.

Kemudian, pemerintah kembali mengimpor beras sebanyak 1,28 juta ton pada 2016, dan sempat turun menjadi hanya 305 ribu ton pada 2017. Tahun lalu, impor beras kembali meroket hampir mencapai tujuh kali lipat tahun sebelumnya menjadi 2,25 juta ton.

Namun, jangan pikir impor beras tersebut berjalan mulus. Kebijakan impor ini pun sempat menjadi polemik. Silang pendapat terjadi antar pembantu Jokowi. Kementerian Pertanian, misalnya, kekeh dengan kondisi surplus beras sebanyak 12,61 juta ton pada 2018. Meski, kenyataannya, harga beras terus menanjak, baik di tingkat grosir maupun eceran.

Kondisi ini membuat Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang bertanggung jawab langsung atas stabilitas harga mulai gerah. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menilai perlu tambahan impor beras guna menstabilkan harga. Kisruh ini ikut menyeret Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso atau akrab disapa Buwas.

Buwas yang baru menjabat sebagai Dirut Perum Bulog pada April 2018 tersebut bersikeras bahwa gudang Perum Bulog sudah dipenuhi oleh cadangan beras yang mencapai 2,4 juta ton. Jumlah tersebut belum termasuk beras impor yang masuk pada Oktober 2018 sebesar 400 ribu ton, sehingga total stok beras di gudang Bulog menjadi 2,8 juta ton.