Tanggapi isu penundaan Pemilu 2024, KontraS: Ini datang dari sekeliling Istana

eramuslim.com – Organisasi masyarakat sipil, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS turut menanggapi isu penundaan Pemilu 2024 yang berkaitan dengan perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo.

KontraS mencurigai isu penundaan pemilu 2024 yang berdampak terhadap perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo ini digulirkan dari lingkaran Istana.

“Kami mencurigai bahwa wacana ini datang dari sekeliling Istana dalam hal ini Kabinet Kerja,” kata Wakil Koordinator KontraS, Rivanlee Anandar, seperti dilansir Hops.ID dari laman Suara, Minggu 10 April 2022.

KontraS mendesak seluruh pihak, utamanya elit partai politik, harus berhenti menggulirkan wacana penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan ini.

Sebab, wacana ini, lanjut Rivanlee, sangat bertentangan dengan konstitusi atau inkonstitusional, dan tentunya berbahaya bagi sistem demokrasi Indonesia.

“Rakyatlah yang memiliki otoritas untuk membatasi, mengubah ataupun mencabut mandat kekuasaan. Wacana penundaan pemilu tidak hanya menyalahi konstitusi, namun hal ini juga jelas melanggar hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih,” ujar dia.

Lebih lanjut, KontraS juga menganggapi wacana penundaan pemilu hanyalah wujud kongkalikong politik antar elit nasional. Sebab hal tersebut dilakukan oleh pejabat publik secara terstruktur dalam pemerintahan.

“Eskalasinya pun menyasar untuk memobilisasi struktural bawah pemerintahan seperti halnya Kepala Desa,” tutur Rivanlee.

Bahkan menurut amatan KontraS, wacana penundaan pemilu 2024 akan berjalan dengan masif dan menyeluruh di seluruh Indonesia, serta dilakukan secara diam-diam.

“Jika merujuk pada alasan rasional legal, wacana perpanjangan masa jabatan menjadi lebih dari dua periode mutlak inkonstitusional. Selain itu, salah satu makna penting dari constitutional ethics, yakni adanya konsep rule of law,” kata Rivanlee.

Maka itu, KontraS menolak seluruh wacana perpanjangan masa jabatan dan penundaan Pemilu lewat berbagai upaya seperti misalnya amandemen UUD 1945, sebab tidak memiliki urgensi apa-apa dan rakyat belum menghendaki adanya amandemen tersebut.

“Hal tersebut bisa dilakukan secara konkret oleh Presiden Joko Widodo dengan mencopot menteri yang terus menggulirkan wacana perpanjangan masa jabatan presiden,” tegasnya. [Hops]