Tekstil RI Loyo, Jokowi Menyesal Sempat Buka Pintu Impor

“Ini disebabkan oleh tingginya biaya produksi lokal, fasilitas dan kebijakan dagang berpihak pada impor, dan kurangnya perencanaan jangka panjang, yang berdampak pada minimnya investasi,” ungkap Jokowi.

Padahal, pemerintah ingin agar industri tekstil dan produk tekstil bisa menjadi salah satu andalan ekspor Tanah Air. Sebab, menurut dia, meski penuh tantangan, namun industri tekstil mampu menjadi motor yang mendongkrak kinerja ekspor nasional.

“Perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS) bisa menjadi tantangan, tetapi sekaligus menjadi peluang untuk meningkatkan ekspor, termasuk di produk tekstil, serta sintesis, dan benang filamen,” katanya.

Ini tercermin dari pertumbuhan industri tekstil dan produk tekstil nasional yang sebenarnya masih cukup tinggi, yaitu mencapai 20,71 persen pada kuartal II 2019. Pertumbuhan industri ini setidaknya menjadi satu dari lima besar sektor industri yang berkontribusi pada Produk Domestik Bruto (PDB) periode yang sama, yakni 1,3 persen.

Untuk itu, mantan gubernur DKI Jakarta itu ingin mendengar langsung berbagai masukan dari para perwakilan asosiasi industri tekstil dan produk tekstil terkait hal-hal yang sekiranya diperlukan untuk memacu pertumbuhan industri. Begitu pula dengan kinerja ekspor di pasar internasional.

“Tapi jangan banyak-banyak, paling tiga pokok saja, nanti kami rumuskan, kami putuskan, kemudian pemerintah akan lakukan kebijakannya, sehingga betul-betul bermanfaat bagi Bapak, Ibu, semuanya,” tutur Jokowi.

Mantan wali kota Solo itu turut menekankan bahwa pemerintah akan senantiasa mencari sumber peningkatan ekspor bagi perdagangan Indonesia agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga. Khususnya di tengah besarnya tekanan perlambatan ekonomi dan resesi. [cnn]