Teriak-Teriak Kebhinnekaan, Tapi Warga Cina Toh Memilih Berdasarkan Kesamaan Etnis

Eramuslim.com – Hasil suara pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI, 15 Februari 2017, menimbulkan anggapan tersendiri. Etnis Tionghoa yang selama ini selalu berteriak-teriak tentang Bhineka Tunggal Ika, kenyataannya justru telah terbukti memilih seorang pemimpin bukan atas dasar kebhinekaan.

“Hampir bulatnya suara etnis Tionghoa yang mendukung Ahok pada Pilkada DKI 2017 menunjukkan, etnis Tionghoa memilih berdasarkan kesamaan etnis, meskipun latar belakang agama mereka berbeda-beda, mereka tetap Solid mendukung politisi beretnis Tionghoa,” kata Presiden Gerakan Pribumi Indonesia (Geprindo)‎, Bastian P Simanjuntak melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Minggu (19/2/2017).

Terkait hal itu, ia mengaku prihatin dengan kondisi negara saat ini. Ia melihat, etnis Tionghoa yang selama ini selalu berteriak-teriak tentang Bhineka Tunggal Ika, kenyataannya justru telah terbukti memilih seorang pemimpin bukan atas dasar kebhinekaan.

Menurutnya, meskipun pasangan Agus dan pasangan Anies memiliki banyak kelebihan dibandingkan pasangan Ahok, secara nyata mereka tetap memilih Ahok yang sedang dirudung banyak persoalan.

Ia melihat, pribumi selama ini dianggap sebagai kelompok masyarakat yang suka mengungkit-ngungkit SARA. “Namun kenyataannya, tudingan itu tidak terbukti. Di daerah-daerah pemukiman pribumi asli Ahok tetap mendulang suara yang signifikan,” terang dia.

Netralitas Palsu

‎Disisi lain, netralitas yang kerap digembar-gemborkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan pihak Istana Kepresidenan terkait pelaksanaan Pilgub DKI Jakarta 2017, ternyata masih dipertanyakan.

“Pernyataan ataupun bantahan yang dilakukan Presiden Jokowi dan pihak Istana Kepresidenan yang mengatakan tidak terlibat dukung-mendukung dalam Pilgub DKI Jakarta hanya sebuah ketidakjujuran yang menyakiti mayoritas publik,” kata Koordinator Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I), Tom Pasaribu melalui pesan singkat di Jakarta, Minggu (19/2/2017).

Tom mengungkapkan, keberpihakan Jokowi terhadap Ahok yang sedang ikut bertarung dalam Pilgub DKI, terlihat sangat mencolok.

Salah satu indikasi keberpihakan Jokowi, menurut Tom, yakni tidak dicopotnya Ahok dari jabatan gubernur DKI. Padahal amanat Pasal 83 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, setiap kepala daerah yang berstatus terdakwa harus diberhentikan sementara.

“Indikasi keberpihakan Jokowi lainnya adalah, pembiaran kegaduhan yang diciptakan Ahok dan pemerintah sebelum pencoblosan 15 Februari,” ujar Tom.

Hal lainnya terkait tidak netralnya Jokowi adalah, pasangan Ahok-Djarot yang sukses mendulang kemenangan mutlak dari dua pasangan pesaingnya, di TPS-TPS yang berlokasi di komplek-komplek perumahan pemerintahan.

“Begitu banyaknya yang dapat dilihat dengan kasat mata sikap dukungan yang diberikan, berpotensi memperkeruh situasi politik yang sudah memanas,” terang Tom.

Tom juga mengingatkan bahwa Presiden Jokowi saat dilantik telah bersumpah yang diantarannya akan menjalankan undang-undang dan peraturan yang berlaku.

“Presiden harus menyadari bahwa alam punya kekuatan. Lihat saja setelah pencoblosan, sebagian Jakarta dilanda banjir karena tidak sesuai ucapan dan perbuatan. Jangan kita korbankan seluruh rakyat hanya karena kepentingan sesaat,” papar Tom. (hk/ht)