Terindikasi Adanya Perang Proxy di Balik Viral Ceramah Ustaz Abdul Somad

Celakanya, lanjut Isti Nugroho, ambivalensi juga  terkait kasus yang lain seperti kasus yang menimpa Ariel ‘Peter Pan’, Habib Riziek, Viktor Laksodat, Ahok, Ahmad Dhani, dan lainnya.’’Pada Ariel selaku pelakunya dia dihukum. Penyebar videonya juga dihukum. Begitu juga pada kasus Ahok dan Ahmad Dhani. Tapi entah mengapa ambivalensi kemudian muncul pada kasus Habib Riziek. Pelakunya sampai sekarang tetap saja belum jelas karena belum ada pengadilan serta masih tuduhan. Dan yang penting pelaku penyebaran video juga belum ditangkap. Jadi ambivalensi terus berulang,’’ tegas Isti.

Menurut Isti Nugroho, soal ambivalensi sebenarnya juga tidak menjadi masalah karena sejatinya itu sikap dasar yang ada di setiap manusia. Dan ini baru bermasalah ketika beralih menjadi sikap hukum dan kekuasaan. Ini karena akan menimbulkan perpecahan dalam masyarakat.

‘’Jadi saya minta semuanya menahan diri. Waspadalah akan sikap ambivalensi ini. Jangan menjadi korban seperti saya ini. Sekali lagi ini memang perang Proxy,’’ tandas Isti Nugroho.

Berbagai aktivis gerakan demokrasi juga meminta umat Islam dan bangsa jangan terprovokasi dengan isu ini. Kepada umat Islam tak usah menanggapi pelaporan secara berlebihan. Biasa saja dan kalem melihat suasana yang tengah terjadi.

‘’Jangan balas, misalnya balik menagih janji tentang sikap polisi terhadap kasus penghinaan Viktor Laksodat yang kini menjadi Gubernur NTT. Atau juga jangan juga membalas dengan melaporkan seorang pendeta yang khutbahnya kini sudah viral di media sosial. Tenang saja. Jangan terpancing. Saya merasa ada pihak yang memainkannya untuk meraih keuntungan sendiri,’’ kata aktivis demokrasi Himawan Sutanto.

Aktivis lain yang menjadi salah satu penggerak forum ‘Indemo’, Isti Nugroho, menyatakan hal yang sama. Segala ambivalensi ini harus diakhiri. Dan pihak yang punya wewenang harus segera memadamkan soal ini karena bisa menjadi ‘api dalam sekam’. Tangkap pihak yang menviralkan  ceramah ustadz Abdul Somad maupun pengkhutbah agama (pendeta) lainnya.

‘’Di sisi lain, saya lihat negara kita sekarang memang gak konsisten. Saya dahulu di penjara karena mendiskusikan novelnya Pramoedya, eh pada masa kini novel itu malah difilmkan. Ini lucu dan tragis bagi saya sebab TAP MPR No XXV tahun 1966 belum dicabut. Ingat saya dihukum selama delapan tahun akibat Tap MPR tersebut. Ini salah satu ambivaliensi hukum yang saya alami langsung,’’ kata Isti.