Tokoh GMNI 1966: Jokowi Sudah Kalah, Prabowo Pantas Jadi Presiden!

Demikian pandangan Suko Sudarso, Komandan Barisan Soekarno tahun 1966 dan mantan tokoh GMNI ITB.

Menurutnya, di bawah Jokowi lima tahun ini, bangsa Indonesia makin miskin, lemah dan dijajah, tergantung pada asing dan menjadi bangsa terhina di Asia Tenggara.

‘’Data Jokowi ngawur dalam debat pilpres kemarin,  asal ngomong, hanya menunjukkan pembangunan fisik dan pembagian sertifikat tanah yang tidak menyelesaikan masalah. Ekonomi jeblok,  utang bertumpuk lebih dari 5200 trilyun rupiah dan daya beli rakyat ambruk, Jokowi tidak pantas menjadi pemimpin nasional karena tidak kompeten dan membuat bangsa kita terhina di Asia dan jauh  menyimpang dari Trisakti dan konstitusi 1945, sangat memalukanlah,’’ katanya.

“”Prabowo yang pantas jadi pemimpin nasional, dan visi-misi-ideologinya jelas dan kredibel, dengan kawalan dan kontrol civil society. Sedangkan Jokowi itu tak kompeten, tidak kredibel, tidak ngerti masalah dan menjadi bagian dari masalah, dimana rakyat diperas untuk pembangunan, bukan pembangunan untuk rakyat, bukan pembangunan sosial/SDM, semua itu dikhawatirkan akan membawa kehancuran,”” tegas Suko Sudarso.

Menurutnya, demokrasi liberal 50 persen plus satu tidak cocok dengan cita-cita dan amanat para pendiri bangsa (Founding Fathers), ditambah dengan Neoliberalisme selama ini, maka yang menang adalah uang (modal).

“Kita harus menggunakan musyawarah mufakat UUD45 untuk mengatasi kekacauan demokrasi ini sebab dengan demokrasli liberal 50% plus satu itu, jelas yang menang adalah uang (modal), apalagi rakyat yang sudah  lemah dan miskin diperdaya/dimiskinkan lagi oleh Neolibralisme, dan merekalah yang digiring memilih Jokowi. Sungguh, pemilihan presiden langsung itu sangat mahal, dibajak modal, tidak cocok bagi Indonesia yang masyarakatnya masih miskin dan lemah, sementara para elite di Jakarta  tergantung pada asing, rakyat dipaksa jadi kuli, elitenya korup, tidak mandiri dan  defisit gagasan/ideologi, semuanya sekedar kerja, teknikalitas dan artifisial, tidak substantif,” bebernya.