Untuk Lindungi Palapor Dugaan Korupsi, DPR Segera Bahas RUU Perlindungan Saksi

Ketua DPR Agung Laksono menyatakan menyanggupi untuk memperioritaskan penyelesaian pembahasan RUU Perlindungan Saksi dan RUU Kebebasan Mendapatkan Informasi menjadi UU, karena kedua UU tersebut sangat dibutuhkan di tengah upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

“Sebagai Ketua DPR saya menyanggupi penyelesaian pembahasan kedua RUU itu menjadi UU, sebagai perioritas,” ujar Ketua DPR Agung Laksono memenuhi permintaan Ketua Dewan Pengurus Trasparency Internasioanl Indonesia (TII) Todung Mulya Lubis dan kawan-kawan di ruang kerjanya, Senin (9/1).

Menurut Agung, hasil survei Global Coruption Barometer yang dilakukan Gallup Internasional untuk Tranparency Internatonal Indonesia (TII) di Berlin itu positif. Di mana disebutkan, bahwa Parpol, Lembaga Hukum, Polri, Bea adn Cukai serta Lembaga Registrasi dan Perizinan sebagai lembaga terkorup di Indonesia.

Menurut Survey itu, realitas tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara maju, setengah maju an negara kurang berkembang. Dari 69, 44 negara atau 65,2 persen yang disurvey juga mengalami hal serupa. Untuk negara maju tercatat Jepang, Israel dan Korea Selatan. Sedang untuk di luar negera maju tercatat Pilipina, Thailand, Indonesia dan India.

“Dengan demikian maka runtuhlah salah satu sendi "good governance” yang sudah seharusnya dikawal oleh institusi yang memiliki kapasitas, kapabilitas dan integritas tinggi,” terang Todung Mulya Lubis, Presidium TII.

Todung juga menyebutkan, kecenderungan parpol-parpol korup itu terlihat dari adanya tekanan kepada para pejabat negara untuk menyisihkan posisi jabatan strategis tersebut, misalnya untuk mengosongkan jabatan Kajati Kalimantan Timur, dua jabatan di Dirjen Dephan dan perebutan posisi Dirut Pertamina.

Menurut dia hasil survei itu relatif konsisten dengan ditemukannya parlemen menjadi lembaga terkorup ke dua di Indonesia, karena lembaga ini didominasi rekruitmen partai-partai politik. Dengan gambaran seburuk itu, tentu amat dikhawatairkan produk lembaga yang seharusnya menjadi pembuat dan sekaligus pengawas jalannya kebijakan itu akan menjadi buruk pula.

“Dengan puluhan dan bahkan ratusan kasus korupsi yang membelit lembaga parlemen, — terutama di daerah – bisa menjadi indikasi kuat pembenaran hasil survey ini,” ujarnya seraya menambahkan bahwa isu suap di Panitia Angaran DPR, di Pembahaan RUU seperti RUU Mineral dan Batu Bara adalah conoh konkritnya.

Sehubungan dengan itu TI Indnesia berharap pada tahun 2006 ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memperkuat komitmennya dalam memberantas korupsi dengan menjadikan agenda pemberantasan korupsi menjadi agenda nasional, membuat aturan anti konflik bagi kepentingan pejabat negara, reformasi susduk dan kode etik DPR, reformasi birokrasi menjadi birokrasi yang efektif, efisien, murah dan berintegritas dan segera meratifikasi konvensi PBB Pemberantasan Korupsi,” tandas dia. (dina)