Untung-Rugi Penghapusan Kelas Rawat Inap BPJS Kesehatan

Kelas Rawat Inap Standar yang disampaikan oleh DJSN adalah Kelas Rawat Inap PBI yang isinya maksimal 6 tempat tidur dan kelas Rawat Inap Non PBI yang isinya maksimal 4 TT.

“Kami sangat mengharapkan kajian DJSN ini mampu menjawab persoalan ruang perawatan yang sering dialami peserta JKN dan pelayanan di ruang perawatan. Faktanya masih banyak peserta JKN yang sulit mengakses ruang perawatan,” kata Timboel dalam tulisanya, Rabu (8/12).

Hingga kini, masih ada RS yang mendahulukan pasien umum dibandingkan pasien JKN, sehingga pasien JKN mengalami kesulitan untuk mengakses ruang perawatan. Demikian juga pasien JKN mengalami masalah di ruang perawatan seperti harus pulang dalam kondisi belum layak pulang, disuruh beli obat sendiri, dan sebagainya.

Menurutnya, kesulitan mengakses ruang perawatan, salah satunya disebabkan ketersediaan TT di RS yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Semakin banyak RS yang bekerja sama akan meningkatkan TT untuk peserta JKN.

“Saya berharap seluruh RS menjadi mitra BPJS Kesehatan sehingga seluruh TT yang ada di kelas 1, 2 dan 3 selama ini semuanya menjadi TT di kelas standar nantinya,” sarannya.

Selain itu harus juga ditingkatkan peran BPJS Kesehatan di Unit Pengaduan untuk mencarikan ruang perawatan di RS lain bagi pasien JKN yang tidak mendapat ruang perawatan, dan membantu pasien JKN yang mengalami masalah di ruang perawatan.

Karena, penerapan rawat inap kelas standar akan berdampak pada besaran iuran dan tarif INA-CBGS. Besaran iuran dan tarif INA-CBGS akan dihitung ulang menyesuaikan dengan dua jenis kelas standar. “Saya berharap besaran iuran yang akan ditetapkan bisa terjangkau oleh peserta mandiri, sehingga bisa menurunkan jumlah peserta yang non-aktif (yang menunggak iuran),” ucapnya.

Iuran Rp35.000 per Orang
Jika iuran nantinya ditetapkan lebih dari Rp35.000 per orang per bulan maka akan semakin sulit peserta kelas 3 mandiri membayar iurannya.

Oleh karena itu, dia berharap bila penerapan kelas Rawat Inap Standar dengan nilai iuran baru maka dimungkinkan peserta kelas 3 mandiri yang tidak mampu untuk mendaftar di kelas Rawat Inap Standar PBI (bukan di kelas Non PBI) dengan nilai iuran Rp42.000 per orang per bulan namun mendapat subsidi Rp7.000 sehingga mereka tetap membayar Rp. 35.000, seperti saat ini.

Demikian juga penyesuaian tarif INA-CBGS kelas standar bisa mengakomodir biaya pelayanan kesehatan yang selama ini dilakukan RS-RS. Tarif baru diharapkan nantinya bisa mendorong RS yang selama ini tidak mau bekerja sama, akan mau menjadi mitra BPJS Kesehatan sehingga mendukung peningkatan TT bagi peserta JKN.

“Demikian juga, dengan menjadikan rawat inap kelas standar maka potensi fraud INA-CBGS dari perbedaan kelas perawatan RS akan dapat dikurangi,” jelasnya.

Adapun dalam amanat Pasal 54B tentang penerapan kelas Rawat Inap Standar di akhir 2022, Timboel menilai belum tentu seluruh RS yang menjadi mitra BPJS Kesehatan mampu memenuhi standar ruangan rawat inap yang akan ditentukan pemerintah.

“Oleh karenanya penerapan kelas Rawat Inap Standar ini juga bisa mengakomodir kesiapan seluruh RS, sehingga mereka tetap bekerja sama walaupun belum mampu memenuhi standar Pemerintah, dengan tenggat waktu yang diperpanjang,” pungkasnya.[merdeka]