Eramuslim.com – Badan Musyawarah Tani Indonesia (Bamustani) mengaku pesimistis Indonesia bakal mencapai kedaulatan pangan pada 2017 ini.
Alasannya, belum ada perubahan sistematis dan signifikan dari pemerintah dalam pembangunan di sektor pertanian. Pemerintah masih mengabaikan nasib petani dan hanya berfokus pada peningkatan produksi pangan.
Koordinator Bamustani yang juga Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih mengatakan, di tahun ketiga pemerintahan Jokowi-JK masih banyak persoalan di sektor pertanian yang harus dituntaskan. Kata dia, kaum tani di Indonesia masih didominasi petani dengan lahan sempit dan petani yang tidak bertanah.
“Janji pemerintah mendistribusikan 9 juta hektare kepada petani ternyata hanya sertifikasi tanah-tanah yang sudah dikuasai petani, ini bukan reforma agraria,” ujarnya di Kantor SPI, Jalan Mampang Prapatan XIV, Jakarta, kemarin.
Bahkan, kata dia, saat ini konflik agraria terus meningkat dan banyak petani yang kehilangan tanahnya. Dalam janji mencapai kedaulatan pangan, Henry melihat yang difokuskan pemerintah hanyalah peningkatan produksi padi, jagung, dan kedelai. Untuk bibit pun pemerintah masih mengandalkan bibit dari korporasi pangan.
“Petani kita sudah bisa mengembangkan benih sendiri, badan-badan pemerintah dan sejumlah pusat penelitian pertanian juga mengembangkan bibit sendiri,” ungkapnya.
Dia mencontohkan, di sentra penghasil kentang di Dieng, Jawa Tengah, pemerintah malah menyediakan benih impor. Padahal para petani kentang sudah bisa mengembangkan benih sendiri. Ini aneh.
Sejumlah fakultas pertanian juga telah mengembangkan benih-benih unggul, namun pemerintah tetap mendorong petani menggunakan benih dari korporasi pangan. “Kalau begini memang Indonesia bisa swasembada tapi petaninya miskin terus,” imbuhnya.
Bamustani kecewa karena pembangunan di sektor pertanian tidak kunjung mensejahterakan petani. Saat terjadi kenaikan harga pangan, Nilai Tukar Petani (NTP) tetap rendah. Sementara itu, koperasi petani belum mampu menangkal mafia pangan dan tengkulak. Termasuk ketika harga cabai melonjak.
“Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi dan Kementerian Desa juga masih jalan sendiri-sendiri,” sebut Henry.
Pihaknya menagih komitmen pemerintah membentuk badan pangan nasional. Keberadaan lembaga ini sudah diamanatkan dalam UU Pangan. Lembaga ini secara khusus akan mengurus masalah pangan di Tanah Air.
“Kalau urusan kelembagaan ini tidak juga diselesaikan, apa yang dimaksudkan dalam Nawa Cita tidak akan terlaksana,” tandasnya.
Koordinator Aliansi Petani Indonesia (API), Loji Nurhadi mencatat, di era Jokowi kebijakan perberasan belum mengalami perubahan yang signifikan. Padahal banyak dampak yang ditimbulkan dari tata kelola perberasan yang kurang baik.
“Pemerintah masih mengunakan skema pembelian tunggal dan tidak mampu melakukan dinamisasi, akibatnya 2016 masih ada impor beras,” katanya.
Dia melihat skema komersial yang dikembangkan pemerintah menyangkut beras. Stok beras di Bulog pun diyakini bukan berasal dari skema penyerapan, tapi dari skema komersial dan sisa impor.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan, pembangunan di sektor pertanian merupakan kunci mengatasi kemiskinan. “Kita tidak bisa lagi melihat pembangunan pertanian ini dengan sebelah mata. Sektor pertanian harus dikembangkan menjadi alat rakyat untuk mencapai kesejahteraan bersama,” kata presiden saat membuka Rakernas Pertanian 2017 di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Jokowi memaparkan, kendati tantangan di bidang pertanian tidak mudah, namun pemerintah meyakini pada tahun ketiga atau keempat akan ada hasil yang signifikan. Guna mendorong peningkatan produksi di bidang pertanian, pemerintah melakukan sejumlah upaya antara lain membagikan alat mesin pertanian, benih, dan membangun irigasi serta embung untuk cadangan air.(kl/rmol)
Kartu kedaulatan pangan juga dibagikan enggak pak ne?