eramuslim.com – Muncul usulan agar perguruan tinggi dapat memperoleh Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) melalui mekanisme prioritas. Wacana ini tercantum dalam draf revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (RUU Minerba) yang telah disetujui menjadi RUU usul inisiatif DPR pada Kamis, 23 Januari 2025.
Ketua Umum PP Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Ahmad Jundi Khalifatullah, dengan tegas mengkritik draf RUU Minerba tersebut yang memungkinkan perguruan tinggi terlibat dalam pengelolaan tambang. Ia menilai bahwa kampus seharusnya berfokus pada pengembangan sumber daya manusia (SDM).
“Kami dengan tegas menolak RUU Minerba yang melibatkan kampus dalam pengelolaan tambang. Seharusnya kampus fokus menyiapkan SDM berkualitas bukan bisnis tambang,” ujar Jundi pada Sabtu, 25 Januari 2025.
Jundi menjelaskan bahwa pemberian izin pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Ia menegaskan bahwa perguruan tinggi memiliki tugas utama dalam melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
“Tugas utama perguruan tinggi itu menjalankan Tridharma dengan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat,” lanjutnya.
Ia juga menambahkan bahwa perguruan tinggi seharusnya berkontribusi dalam penelitian terkait analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), bukan terlibat dalam bisnis tambang.
“Jadi, keterlibatan kampus dalam pengelolaan tambang ini bertentangan dengan Undang-Undang Dikti,” tegas Jundi.
Sementara itu, Ketua Bidang Kebijakan Publik PP KAMMI, Arsandi, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa wacana ini dapat menjadi cara pemerintah untuk membungkam kritik dari kampus.
“Ini jebakan pemerintah agar kampus tak lagi kritis, diberikan tambang agar kampus tunduk kepada pemerintah,” kata Arsandi.
Ia juga menyoroti bahwa keterlibatan perguruan tinggi dalam pengelolaan tambang berisiko menghilangkan independensi kampus. “Padahal, kampus memiliki kewajiban moral untuk mengawal serta mengawasi jalannya pemerintahan,” tambah Arsandi.
Arsandi turut mempertanyakan urgensi revisi UU Minerba, yang dinilai mendesak meskipun tidak termasuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2025. Ia mencurigai proses pembahasan revisi ini penuh kejanggalan karena dilakukan secara terburu-buru dan minim melibatkan partisipasi publik.
“Revisi UU Minerba ini dibahas dengan terburu-buru, tidak transparan, dan mengabaikan partisipasi publik,” tuturnya.
(Sumber: Viva)