Utang Tembus Rp.5.528 T, PKS: Ketimbang Pindah Ibu Kota, Lebih Baik Jokowi Bayar Utang

Eramuslim – Wakil Ketua Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera menyatakan, ide pemindahan ibu kota bukan barang baru, yang mendadak muncul di era pemerintahan Jokowi. Sebab, hal ini sebelumnya telah lebih dulu disinggung sejak zaman Presiden RI Soekarno dan Presiden RI Soeharto.

Tetapi, kata dia, yang membuat hal ini cukup sensitif saat ini adalah ide ini digulirkan ketika situasi ekonomi dan keuangan negara lagi berat.

“Di sisi lain, kita belum melihat urgensi pemindahan ibu kota ini. Apakah kalau ibu kota tidak dipindahkan, Negara Indonesia ini akan terancam? Dari mana sumber anggarannya? Siapa yang bakal mengelola proyek pembangunan kotanya?” kata Mardani di Jakarta, Rabu (21/8/2019).

“Pertanyaan-pertanyaan kritis seperti ini harus kita lontarkan mengingat kebijakan pemindahan ibukota ini menimbulkan dampak yang serius bagi keuangan negara dan masa depan bangsa kita,” jelasnya.

Mengingat, lanjut dia, total estimasi pemindahan ibu kota dengan biaya Rp. 466 triliun angka yang sangat besar, bila dibandingkan dengan hutang luar negeri Indonesia dan APBN tahunan Pemerintah.

Apalagi, saat ini utang luar negeri Indonesia sudah mencapai Rp. 5.528 Trilyun (Data Bank Indonesia, April 2019), rencana Belanja Negara di RAPBN 2020 sebesar Rp. 2.528,8 triliun dengan defisit Rp.307,2 triliun

“Besaran rencana belanja negara sebesar Rp. 2.528,8 Trilyun ini belum termasuk biaya pemindahan Ibu Kota, karena menurut pemerintah proses pemindahan ibu kota masih dalam tahap kajian dan perencanaan,” ujarnya.

“Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi kita menurun menjadi 5,05% (jauh di bawah pertumbuhan ideal minimal 7%), pengangguran terbuka masih tinggi: 6,82 juta orang (5,01%), jumlah penduduk miskin: 25,14 juta orang, industri manufaktur semakin tertinggal,” paparnya. (ts)